KUNINGAN-Hingar bingar yang terjadi di DPRD Kabupaten Kuningan selama hampir 1,5 bulan, hingga berujung keluarnya keputusan melalui paripurna, Jumat (13/11) malam lalu, diharapkan dapat menjadi pembelajaran. Khususnya bagi para wakil rakyat yang terhormat dan umumnya bagi penyelenggara pemerintahan dalam menjalankan kepercayaan dari rakyat.
Demikian harapan tersebut disampaikan pengamat politik Sujarwo alias Mang Ewo, kemarin. Dikatakan, dengan telah keluarnya keputusan DPRD Kabupaten Kuningan melalui paripurna tersebut, tentunya sangat diharapkan lembaga legislatif daerah tersebut dapat kembali fokus untuk memikirkan nasib rakyat yang diwakilinya.
“Diharapkan lembaga legislatif daerah dapat kembali fokus untuk memikirkan nasib masyarakat atau rakyat yang diwakilinya, terutama terkait Pengesahan Raperda APBD 2021 menjadi Perda APBD, yang akan menjadi panduan bagi eksekutif dalam menjalankan fungsinya,” harap dia.
Dengan telah finalnya putusan yang menyangkut salah seorang pimpinan lembaga legislatif tersebut, lanjut Mang Ewo, kini bola hangat yang telah menyita perhatian berbagai lapisan masyarakat dan bisa dipastikan sangat menyita banyak waktu bagi mereka yang berperan untuk menyelesaikannya, kini berada di tangan Bupati Kuningan H Acep Purnama.
“Bola hangat kini sudah di tangah seorang Acep Purnama sebagai Bupati Kuningan, untuk menyampaikan keputusan DPRD kepada gubernur dalam kapasitasnya sebagai perwakilan pemerintah pusat. Dengan keleluasaan waktu yang terbatas hanya 7 hari kerja, tentunya bupati tak akan mengambil risiko dengan mengabaikan kewajiban untuk segera melakukannya,” ujarnya.
Dikatakan, munculnya beberapa dinamika yang menyertai keluarnya keputusan paripurna berisikan keputusan pemberhentian Nuzul Rachdy sebagai Ketua DPRD, seperti adanya pengaduan dari Nuzul Rachdy kepada BK (Badan Kehormatan) terkait tiga Wakil Ketua DPRD, tentunya hal tersebut merupakan hak siapa pun di negara ini yang menjadikan hukum sebagai panglima.
“Selama pengaduan tersebut mengandung nilai sesuatu yang bisa ditindaklanjuti, tidak ada alasan bagi BK untuk berdiam diri. Namun patut disesalkan, dalam redaksi surat yang diberikan kepada BK tertanggal 14 November 2020, ternyata disampaikan pada 13 November 2020,” sebutnya.
“Dalam materi aduan juga, ada tanggal yang seharusnya ditulis 12 November 2020, tapi tertulis 22 November 2020. Yang jadi pertanyaan, apakah dengan materi yang sama dan pengadu dan teradu yang sama bisa dilakukan dua kali dengan dilakukan ralat surat?,” tanya Mang Ewo.