Rudi yang juga aktivis LSM Geram (Gerakan Rakyat Marjinal), mengaku sangat heran dengan sikap DPRD yang sama sekali tidak menggubris adanya Surat Edaran (SE) Bupati Kuningan H Acep Purnama. Padahal di SE tersebut jelas-jelas bupati melarang adanya kunjungan kerja, termasuk harus meniadakan penerimaan kunker dari luar.
“Aneh juga ya, rakyat disuruh patuh (SE Bupati), ini wakil rakyatnya malah seolah tidak mengaminkan tentang surat edaran tersebut,” sindir Rudi.
Di sisi lain, lanjut Rudi, cukup fantastis juga anggaran kunker DPRD ke luar pulau. Anehnya lagi, kata dia, mengapa anggaran kunker DPRD ini disepakati tanpa melihat efisiensi dan urgensinya.
“Dalam kondisi sekarang, menurut saya sih tidak terlalu mendesak (kunker) ya, apalagi tahu sendiri banyak anggaran untuk kepentingan yang lebih mendesak, malah ke refocusing,” ujarnya.
“Bayangkan saja, ratusan juta yang dihabiskan untuk kunker kan bisa saja dialihkan untuk penguatan ekonomi para UKM, yang terdampak pandemi ini. Di mana kah hati nuraninya (DPRD)?,” ketus Rudi.
Keprihatinan yang sama atas kegiatan kunker DPRD ini juga disampaikan praktisi hukum Abdul Haris SH. Padahal, Bupati Kuningan telah mengeluarkan SE sejak beberapa hari lalu terkait larangan kegiatan kunker keluar daerah maupun penerimaan kunker dari luar daerah.
“Sekarang ini ada edaran tidak boleh bepergian ke luar daerah. Yang lebih prihatin lagi dengan sekarang ini, malah dewan kunjungan terus, sementara tupoksinya tidak ada. Apalagi di masa pandemi ini, jelas dewan telah memberikan contoh yang tidak baik. Mereka yang mengelola aturan dan mereka melanggar sediri,” sindir Haris.
Untuk itu, Haris meminta kepada Dinas Kesehatan yang dipimpin dr Hj Susi Lusiyanti MM, untuk tidak tebang pilih dalam penegakan aturan protokol kesehatan. Sehingga ketika para wakil rakyat pulang dari kunker, agar terlebih dulu dilakukan tes swab dan harus dikarantina.
Menurutnya, sudah hampir satu tahun DPRD Kuningan periode ini belum menampakkan kinerja yang benar-benar terasa, terutama dalam melaksanakan kerja serta hasilnya. Padahal di dalam satu tahun ini harus menyelesaikan 20 raperda, dan ternyata yang selesai hanya 5 raperda saja. “Maka kami merasa kecewa,” ucap Haris.