CIREBON – Salah satu busana yang identik dengan peranakan Tionghoa adalah kebaya encim. Busana yang juga dekat dengan Betawi ini ternyata punya sejarah panjang dan buah hasil akulturasi budaya Tionghoa dengan budaya nusantara.
Pemerhati Budaya Tionghoa, Jeremy Huang mengatakan, kebaya encim dan baju koko merupakan segelintir dari banyaknya bukti percampuran budaya Tionghoa dan nusantara.
Di Cirebon sendiri, kebaya encim juga lazim dipakai oleh perempuan keturunan Tionghoa. Kebaya encim biasanya dipakai untuk kegiatan kegiatan formal dan semi formal. Dulu pamor kebaya encim juga sangat populer. Salah satu pembuat kebaya encim adalah Nyonya Tan Tjan Bun.
“Dulu orang tua orang tua kita menggunakan kebaya encim sebagai pakaian hari hari. Tahun 1945-1984 di Pagongan ada pembuat kebaya encim namanya Nyonya Tan Tjan Bun. Tapi sekarang sudah jarang ada yang menggunakan kebaya encim,” jelas Jeremy.
Kebaya encim masuk ke Indonesia di kala gelombang imigrasi penduduk Tionghoa ke tanah air akibat intensitas perdagangan yang meningkat pesat dari abad ke-15. Di mana hal itu menyebabkan adanya percampuran budaya melalui pernikahan pria penduduk Tionghoa yang menikah dengan perempuan nusantara.
Kebaya encim dengan material halus lengkap dengan sulaman cantik di bagian pinggiran ini kebanyakan pada zaman dahulu dipakai oleh wanita peranakan, yaitu wanita pribumi yang menikahi pria Tionghoa.
Kebaya encim merupakan hasil kombinasi antara baju Shanghai khas Tiongkoka dengan kebaya khas Melayu. Biasanya kebaya encim ini terbuat dari bahan organdi atau katun, model kerah V dengan bordiran sepanjang kerah sampai bawah (bagian sisi yang menerus sampai kerah).
Yang membedakannya dengan kebaya Indonesia, selain dihiasi bordiran cantik denga motif bunga peony, kebaya encim juga memiliki pasangan baju dalaman atau kemben dengan bordir atau sulaman pada bagian pinggiran yang senada kebaya.
Selain itu, kebaya encim juga mempunyai ciri khas warna yang lebih menyala, mulai dari merah, emas, kuning, hingga hijau yang dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa. Warna-warna tersebut berarti keberuntungan dan kebahagian.
Berbeda dari kebaya Jawa yang biasanya polos atau berhias sedikit sekali bordiran dan berwarna putih, yang dalam budaya Tionghoa bermakna kedukaan atau nasib buruk. (awr)