Keraton Kaprabonan Cirebon Melintasi Zaman (2-Habis)

Keraton Kaprabonan Cirebon Melintasi Zaman (2-Habis)
Pangeran Hempi Raja Kaprabonan (kiri) menunjukan kitab-kitab ajaran Islam peninggalan dan pemberian dari Syekh Syarif Hidayatullah. Foto: Khoirul Anwarudin/Radar Cirebon
0 Komentar

Sebelum tahun 1974, Kaprabonan masih memiliki pendopo untuk menerima tamu kehormatan dan penyelenggaraan acara-acara kenegaraan. Kemudian di dalamnya ada ruang tamu khusus kehormatan yang disebut Jinem (ruang tengah), dan di dalamnya lagi ada ruangan tempat perundingan khusus untuk keluarga.  Luas areal Keraton Kaprabonan kurang lebih 10 ribu meter persegi.
“Dulu juga masih ada ruang pagelaran kesenian. Tapi pada tahun 1974, setelah Pangeran Aroeman meninggal dunia, ada anak-anaknya yang mengambil bagian Keraton Kaprabonan sebagai harta warisan. Padahal ini merupakan cagar budaya. Warisan para leluhur,” ungkap Pangeran Hempi.
Untuk itu, ke depan ia pun berencana menjadikan Keraton Kaprabonan sebagai museum. Beberapa benda pusaka yang masih tersimpan, seperti benda pusaka dan juga naskah-naskah kuno.
Hal tersebut dilakukan untuk melestarikan sejarah dan juga kebudayaan. Termasuk mencoba mengambil kembali bekas-bekas bagian dari Kaprabonan yang telah dimiliki oleh perorangan.
“Saya juga akan membeli sendiri lahan-lahan yang ada di sekitar sini untuk dibikin museum. Tentu, kami juga berharap ada peran pemerintah dalam menjaga cagar budaya ini,” ungkapnya.
Ia yang tak mempunyai anak laki-laki juga akan menyerahkan status Sultan Kaprabonan kepada adiknya. “Mudah mudahan beliau juga mempunyai kepedulian yang sama terhadap peninggalan Keraton Kaprabonan,” pungkasnya. (*)

Laman:

1 2
0 Komentar