Berawal dari Keresahan Pandemi pada Limbah Barang Elektronik

Berawal dari Keresahan Pandemi pada Limbah Barang Elektronik
JUAL BELI: Transaksi limbah elektronik berkat aplikasi Elwaste. Administrator bertemu dengan pengguna di tempat sesuai kesepakatan. FOTO: ADE GUSTIANA/RADAR CIREBON
0 Komentar

Apa yang direncanakan masih sebatas ala kadarnya. Dilakukan sesuai kemampuan. Apa-apanya serba sendiri. Padahal jika ingin tahu lebih, niatnya mulia: mengurangi pemanasan global. Melalui limbah sampah yang telah dikategorisasi.

ADE GUSTIANA, Cirebon
IDE itu muncul berkat belajar daring selama dua semester. Walau banyak tugas, tetap saja suasana di kelas tak afdol dirasakan hanya dengan melihat layar laptop. Meskipun saling bertatap wajah antar teman dan dosen. Pengalaman itu dilakoni oleh Mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Putri Sekar Melati.
Buah pemikiran akhirnya terbentuk. Menghasilkan sebuah project. Dimudahkan melalui aplikasi basis android. Dinamakan Electronic Waste (Elwaste). Atau limbah elektronik. Aplikasi ini juga belum canggih. Maklum saja karena dibuat melalui platform digital. Tinggal klik langsung beres. Tak perlu codding yang rumit. Lebih maklum lagi karena Putri adalah mahasiswi Semester 7 Pendidikan IPA.
Lagi ditegaskan kalau aplikasi ini bukan buah pemikiran utama. Perempuan asal Griya Sunyaragi Permai itu lebih menitikberatkan kepada hasil. Dan dampak yang akan dirasakan. Meski begitu aplikasi tetap dapat digunakan. Dan didownload. Hanya saja belum komersil. Baru bisa diunduh ketika Putri mengirim link download tersebut.
Bisa disimpulkan Elwaste adalah aplikasi untuk para member. Yang bisa dimanfaatkan untuk “membuang” sampah pada tempatnya. Dalam hal ini adalah sampah atau limbah elektronik. Melalui Elwaste member yang telah registrasi melalui email bisa menentukan tempat dan waktu. Untuk bertemu dengan administrator: komunitas pegiat sampah atau perorangan. Sampah itu ditampung melalui mereka. Sebelum disalurkan kepada pengepul.
Karena baru berjalan akhir November, Putri melakukan itu serba sendiri. Termasuk menjemput limbah di tempat yang telah disepakati. Hingga mendatangi pengepul-pengepul yang ada di Kota Cirebon. transaksi antara administrator dan member hanya sebatas menyerahkan limbah. Masing-masing tak memberi/diberi imbalan. Itu semua telah diimplementasikan. Di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Sekitar ada 7 member yang telah bergabung.
Rupanya apa yang dilakukan telah diterapkan lebih dulu di Bandung. Atau lokasi di mana perempuan yang bercita-cita menjadi seorang guru itu kuliah. Yang berbeda adalah jenis limbah. Di Bandung hanya untuk makanan. Makanan-makanan yang layak konsumsi. Untuk diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Umumnya mereka yang dimaksud ditemui di jalan. Seperti pemulung, tukang becak atau pengamen.

0 Komentar