Bunyi terompet di Kampung Tegalan, kini tak lagi nyaring. Produksi yang telah berlangsung turun-temurun itu, perlahan gulung tikar. Tak kuat menahan terpaan kabar miring. Dari sana-sini. Sehingga, memaksa sejumlah perajin pensiun dini.
**
TEPATNYA di Desa/Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon. Dua hingga tiga tahun lalu tiap rumah nyaris berperan. Sebagai supply terompet luar kota. Hingga luar provinsi. Pelanggan memesan dengan jumlah partai. 500 kodi satu kali kirim. Itu untuk satu rumah. Dan saat akhir tahun seperti ini, bisa tiga hingga empat kali pesanan.
Semua berubah ketika Covid-19 menyerang. Hal ini kaitannya dengan isu yang beredar di media sosial. Hingga pemberitaan. Kalau terompet itu rawan menularkan penyakit. Droplet. Melalui ujung terompet yang biasa ditiup mulut. Itu, dicoba dulu oleh para produsen terompet. Diperawani. Sebelum diedarkan kepada masyarakat.
“Kita coba (tiup, red) untuk menghindari komplen konsumen,” ujar Sukarya. Salah seorang perajin terompet di kampung itu, kemarin.
Tak cukup isu penyakit. Tahun 2015 beredar kertas terompet yang memuat tulisan Arab. Juga sempat membuat geger. Saat itu menjelang tahun baru. Termasuk di kampung itu ikut di-sweeping. Industri terompet kian terpuruk. Kuantitas pesanan mulai berkurang.
“Kemudian ada yang menghubung-hubungkan dengan bencana. Seperti tsunami,” sambung Sukarya.
Sudah sekitar tiga tahun terakhir, produksi rumahan di sana goyang. Semakin goyang dan tahun ini tumbang. Lebih parah lagi, karena dilindas pandemi. Sulit menemukan perajin terompet di pinggir jalan kampung itu. Padahal sebelumnya tiap tahun pasti ada. Digantung di depan rumah masing-masing. Perajin itu mulai anak-anak hingga orang dewasa.
Terompet kini mulai tergantikan. Dengan mainan sejenis –tanpa perlu campur tangan mulut untuk mengoperasikan. Misalnya topeng khas Cirebon. Lalu barongsai yang digantung pada bambu. Kemudian mobil-mobilan dari kayu. Juga klotokan atau mainan yang ketika didorong menghasilkan bunyi-bunyian. Semua diproduksi sendiri.
Tapi itu semua dirasa kurang laku di pasaran. Biaya produksi juga mahal. Ketimbang trompet yang bahan dasarnya kertas.
Di masa kejayaan terompet diproduksi saat awal tahun. Menghindari penumpukan pesanan. Rentang waktu produksi itu antara Januari hingga Oktober. Saat akhir tahun mereka tinggal menuai benih. Sambil mengurus pengiriman. Yang mayoritas ke luar kota hingga luar pulau. Nyaris seluruh kota dijadikan tujuan pengiriman.