KANDANGHAUR-Masuk tahun 2021, tak disambut bahagia petani di Bumi Wiralodra. Justru mereka menanggung beban kian berat.
Gegara kebijakan pemerintah memangkas jatah pupuk bersubsidi di tahun Kerbau Logam ini. Harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi juga terkerek naik. Petani semakin menjerit. Di tengah masih berlangsungnya pandemi Covid-19.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kecamatan Kandanghaur, Waryono Batak menilai, kebijakan tersebut merugikan petani. Sekaligus turut berpotensi menurunkan produktivitas petani.
“Petani jelas menjerit. Dengan pengurangan alokasi dan kenaikan harga pupuk subsidi ini. Terkesan tidak peduli nasib petani,” ucapnya, Selasa (5/1).
Selain penurunan produktivitas, pemangkasan jatah serta kenaikan harga pupuk bersubsidi jelas membuat petani tak bisa mendapatkan untung. Karena harus membeli pupuk non subsidi yang harganya mencapai 3 kali lipat dari subsidi.
Belum lagi, pupuk subsidi kerap mengalami kelangkaan saat dibutuhkan petani. Menjadi permainan oknum tak bertanggungjawab, sehingga harganyapun bisa melonjak.
Waryono berpendapat, ketimbang pupuk subsidi selalu menimbulkan kegaduhan di lapangan. Lebih baik pemerintah mencabut subsidi pupuk bagi petani.
Anggaran subsidi yang selama ini digunakan untuk pupuk dialihkan untuk subsidi harga komoditas pertanian yang dihasilkan petani. Semisal mensubsidi harga gabah petani menjadi lebih layak.
“Isu kelangkaan pupuk selalu membuat kegaduhan. Untuk itu, lebih baik supaya subsidi pupuk dicabut dan dialihkan melalui subsidi harga. Dengan demikian, subsidi akan lebih tepat sasaran dan keuntungannya kembali kepada petani,” saran dia.
Sementara itu dari informasi yang dihimpun, alokasi pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian di Kabupaten Indramayu tahun 2021 dipangkas.
Pemangkasan pengajuan kuota pupuk bersubsidi tersebur didasarkan Peraturan Menteri (Permentan) 49 tahun 2020 tentang alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sektor pertaian tahun 2021.
Untuk Kabupaten Indramayu, alokasi pupuk jenis urea subsidi dikurangi sebesar 23 persen dari kebutuhan yang diajukan melalui e-RDKK sebanyak 55.269 ton. Sehingga yang terealisasi hanya sebesar 77 persen atau sebanyak 42.689 ton.
Untuk pupuk subsidi jenis NPK mengalami pengurangan mencapai 62,5 persen dari kebutuhan yang diajukan sebesar 73.818 ton. Sehingga yang terealisasi hanya sebesar 32,5 persen atau sebanyak 23.996 ton.