Pembangunan Bendungan Kuningan juga merupakan program pemerintah sebagai cita-cita masyarakat Kabupaten Kuningan yang berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi, air baku serta pengendali banjir. “Ada enam desa yang terkenda dampak pembangunan Bendung Kuningan yaitu Desa Randusari, Sukarapih, Kawungsari di Kecamatan Cibeureum dan Desa Simpayjaya, Tanjungkerta, Cihanjaro di Kecamatan Karangkancana. Namun dari enam desa tersebut, terdapat satu desa yang mendapat dampak paling besar yaitu Desa Kawungsari, di mana hampir seluruh lahan desa termasuk permukiman warga akan digenangi,” ujar Acep.
Acep bersyukur, penantian panjang warga untuk mendapatkan penggantian yang sesuai harapan akhirnya terwujud saat ini. Sebanyak 386 bidang tanah seluas 10,6 hektare milik warga Desa Kawungsari akhirnya bisa dibayarkan dengan total anggaran mencapai Rp130 miliar.
“Memang masih ada beberapa bidang tanah yang belum bisa dibayarkan hari ini karena kendala kecil. Dari 386 bidang tanah yang harus dibebaskan, ternyata baru 297 bidang yang sudah disetujui untuk dilakukan pembayaran ganti rugi, sedangkan sisanya sedang dalam proses pelengkapan dokumen karena ada kekeliruan seperti kesalahan NIK, perbedaan nama orang tua dan lainnya. Namun beberapa kekeliruan tersebut beberapa sudah dilakukan perbaikan, hingga akhirnya ada 94 bidang yang dinyatakan sudah lengkap dan diusahakan bisa mendapatkan penggantian secepatnya,” papar Acep.
Acep pun mengapresiasi atas partisipasi masyarakat Desa Kawungsari yang telah menujukkan antusias dan kerja sama mendukung pembangunan Bendungan Kuningan demi kepentingan umum dan mensukseskan proyek strategis nasional tersebut.“Kami pemerintah berusaha dan berjuang semaksimal mungkin untuk terus mengedepankan hak-hak masyarakat dengan prinsip kemanusiaan, demokratis dan adil,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala BPN Kabupaten Kuningan Sismanto mengatakan 94 bidang yang pemiliknya terkendala administrasi kependudukan seperti kartu keluarga, KTP dan hal lainnya, ditargetkan diselesaikan dalam dua pekan ke depan.
“Berarti masih ada 13 bidang tanah yang tersisa dan belum bisa dibayarkan ganti ruginya karena kendala lain seperti masalah hak waris dan harga yang belum ada kesepakatan. Untuk penyelesaiannya, kami akan lakukan pendekatan lagi dengan cara door to door. Kami berusaha semaksimal mungkin supaya yang bidang tanah yang tersisa ini tidak diselesaikan secara konsinyasi atau melalui proses pengadilan,” ujar Sismanto.