CIREBON – Pemerintah memutuskan memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro mulai tanggal 9 hingga 22 Februari 2021. Aturan ini tertuang dalam Instruksi Mendagri Tito Karnavian Nomor 3 Tahun 2021 tentang PPKM dan Pembentukan Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan.
Pemberlakuan PPKM skala mikro mendapat catatan kritis dari Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani. Salah satunya adalah soal jam operasi mal dan jumlah pekerja yang work from home (WFH).
Menurut Netty, pemerintah menyebut, PPKM Jawa-Bali tidak efektif menurunkan kasus Covid-19. Padahal dalam aturan itu, mal dibatasi hanya boleh sampai pukul 19.00, dan jumlah WFH 25 persen. Tapi, justru dalam PPKM skala mikro ini, restoran dan mal boleh buka sampai pukul 21.00 dan jumlah WFH justru naik menjadi 50 persen.
“Namanya bukan pengetatan, tapi pelonggaran. Ketidaksinkronan semacam ini hanya menambah keriuhan komunikasi,” kata Netty, geram!
Netty meminta pemerintah agar tidak asal-asalan dalam membuat kebijakan dengan berganti-ganti istilah yang membuat masyarakat bingung, tapi kasus Covid-19 terus menanjak. “Terlalu banyak istilah yang berganti-ganti bisa membuat rakyat bingung,” tegas Netty.
Apalagi, kebijakan tersebut, kata Netty, nyatanya tidak efektif dalam menurunkan jumlah kasus. Masyarakat bisa menjadi tidak peduli lagi dengan kebijakan pembatasan yang dibuat oleh pemerintah.
Netty bahkan malah mempertanyakan target dari PPKM skala mikro, termasuk indikator keberhasilan PPKM. Padahal para epidemiolog selalu mengingatkan bahwa kebijakan penanganan itu harus mampu mencegah penyebaran, menurunkan morbiditas, dan menekan mortalitas yang disebabkan Covid-19. Masih kata Netty, seharusnya pemerintah belajar dari pengalaman sebelumnya, kebijakan itu harus terukur, bukan berdasarkan asumsi semata.
Daripada PPKM skala mikro, Netty lebih menyarankan untuk dilakukan karantina total guna memutus mata rantai penyebaran dan memastikan sistem pelayanan kesehatan tetap bertahan.
Pihaknya membeberkan, saat ini jumlah fasyankes (fasilitas pelayanan kesehatan) di beberapa daerah telah penuh, antrean pasien yang harus dirawat juga makin panjang. Dengan karantina wilayah dan pembatasan mobilitas total, diharapkan dapat menjadi efek kejut yang efektif menahan laju kurva Covid-19.
Netty mengingatkan pemerintah agar memastikan RT maupun kelurahan yang diisolasi mendapatkan penanganan yang cepat, serta terpenuhi kebutuhan pokok masyarakatnya. Begitu juga posko-posko yang dibangun harus sigap. Jangan hanya sekadar menjaga dan mengawasi, tapi juga cepat memastikan terpenuhinya kebutuhan warga masyarakat yang wilayahnya diisolasi. Ini kewajiban negara yang tidak bisa dihindari jika ingin menjamin keselamatan rakyatnya. (abd)