Sebelumnya, sejak banjir melanda, jumlah pengungsi mencapai 25.674 orang. Tersebar di 10 posko pengungsian. Selain di Perguruan Muhammadiyah Haurgeulis, juga ditampung di sejumlah masjid, sekolah, dan rumah-rumah warga.
Penurunan drastis jumlah pengungsi terjadi sejak sehari sebelumnya atau Selasa (9/2). Tersisa sebanyak 5.503 jiwa. “Mayoritas pulang sendiri. Yang bertahan anak-anak sama lansia,” ujar Koordinator Relawan Posko Muhammadiyah, Ridwan Nafis.
Sejak hari kedua banjir, ungkap dia, warga sudah mulai meninggalkan posko. Tapi hanya pada siang hari. Malamnya, mereka kembali lagi ke pengungsian. Warga hanya memanfaatkan posko sebagai tempat istirahat usai membersihkan rumah dari sisa-sisa banjir. “Memang ada pengungsi yang tidak 24 jam di sini. Tempat pengungsi lebih untuk istirahat, makan, ganti pakaian. Sambil selesaikan pembersihan di rumahnya. Tidak masalah, yang terpenting mereka terpantau, termasuk kondisi kesehatannya,” ujar dia.
Kondisi berbeda terjadi di Kecamatan Kandanghaur. Ribuan warga korban banjir di sana masih bertahan di tenda-tenda pengungsian. Yang berdiri di sepanjang jalan raya pantura. Ketua Satorlak PBA Kecamatan Kandanghaur Iim Nurahim SSos menyebutkan warga yang mengungsi berasal dari desa-desa yang lokasinya berada di sebelah selatan jalan raya pantura. Di antaranya Eretan Wetan, Eretan Kulon, Karanganyar, Ilir, Bulak, Pranti, Wirapanjunan, Parean Girang dan Kertawinangun.
Di wilayah Kecamatan Kandanghaur sendiri semua desa terdampak banjir. Jumlah rumah yang terendam banjir terdata sebanyak 14.733 jiwa. Areal persawahan 4.246 hektare dan tambak seluas 60 hektare. Ketinggian air mencapai 1,2 meter.
Iim Nurahim mengungkapkan, penyebab banjir akibat jebolnya tanggul Sungai Cipanas di Kecamatan Losarang dan tanggul Kali Ciperawan di Kecamatan Gabuswetan. Sedangkan untuk Desa Eretan Wetan dan Eretan Kulon, diperparah dengan adanya banjir rob. (*)