CIREBON – Monumen Kejawanan atau Petilasan Pangeran Sukmajaya memiliki arti penting bagi sejarah Cirebon. Namun sayangnya, karena berada tak jauh dari pesisir Cirebon, kondisi bangunannya menjadi mudah rapuh dan mengelupas.
Monumen Kejawanan dibangun sekitar abad ke-17 Masehi. Bangunan tersebut merupakan tanda bahwa di daerah tersebut terdapat sebuah tempat keramat bekas petilasan Pangeran Sukmajaya. Ia merupakan anak selir dari Raja Kesultanan Cirebon. Menurut juru pelihara Monumen Kejawanan, Raden Utara Adikusuma, Pangeran Sukmajaya juga merupakan seorang yang dikenal gigih dalam menolak intervensi VOC terhadap Kesultanan Cirebon.
Ia menuturkan, karena kadar asin yang tinggi di wilayah sana, mengakibatkan keramik dan cat-cat dinding tersebut mudah terkelupas dan lama-kelamaan menghilang. Di dalam bangunan tersebut juga terdapat keramik-keramik tua yang mirip dengan keramik yang ada di Astana Gunung Jati dan situs lainnya di Cirebon. Keramik tersebut bertuliskan kaligrafi dan gambar-gambar yang memiliki cerita. Kondisi bangunan juga semakin rapuh termakan usia.
“Kalau di sini kan memang kadar asinnya cukup tinggi. Jadi bikin dindingnya cepat rapuh. Keramik-keramik yang menempel di dinding juga banyak yang retak dan jatuh,” ungkapnya.
Lebih lanjut Raden Utara menyatakan bahwa kerusakan yang terjadi di sana, sisi bangunan situs sedikit banyak diakibatkan karena dana perawatan yang sangat minim. Dana perawatan hanya mengandalkan sumbangan dari belas kasihan para pengunjung. Ia berharap, pemerintah bisa memberikan dana pemeliharaan tiap bulan.
“Tidak ada dana pemeliharan, baik dari pemerintah maupun dari keraton. Terakhir, pemugaran atap. Tapi itu justru berasal dari sumbangan pengunjung,” ungkapnya.
Ia menyebut, minimnya perhatian pemerintah juga membuat situs ini semakin dilupakan. Hal tersebut tentunya sangat disayangkan. Mengingat, bangunan tersebut telah ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya yang harus dilindungi. Lebih daripada itu, memelihara sejarah juga sangat penting sebagai jati diri masyarakat Cirebon.
“Kalaupun harus direhab juga, kan tidak bisa seenaknya. Karena sudah menjadi situs bersejarah. Dan tidak boleh diubah. Tetapi sangat disayangkan, walaupun diakui sebagai aset daerah, karena perhatiannya sangat kurang, kondisinya jadi kurang terawatt,” ungkapnya. (awr)