“Tahun 2013 itu atap bangunanya sudah jebol. Pompanya masih ada. Tapi entah bagaimana kok bisa hilang. Padahal sudah jelas itu merupakan benda cagar budaya,” ujarnya mempertanyakan peran pemerintah dalam perlindungan BCB.
Menukil UU 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Mustakim mengatakan, untuk melestarikan cagar budaya, negara bertanggung jawab dalam pengaturan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya.
Dalam Ketentuan pidana, pasal 101 disebutkan apabila setiap orang yang tanpa izin mengalihkan kepemilikan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Sementara pada pasal 106 disebutkan, jika setiap orang yang mencuri cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
“Sudah jelas dalam undang-undangnya. Siapapun harus ditindak. Karena sudah jelas kalau bangunan tersebut adalah cagar budaya yang sudah ditetapkan,” tandasnya.
Menurut Mustakim, sebagai daerah yang punya sejarah peradaban cukup lama, Kota Cirebon memilik banyak cagar budaya. Namun sayangnya, banyak peninggalan sejarah yang kondisinya kurang terawat dan membuthkan perhatian lebih. Semakin kesini, image Cirebon sebagai kota pusaka juga kian luntur.
Mustakim mengatakan bahwa banyaknya bangunan cagar budaya yang kurang mendapat perhatian, disebabkan karena belum adanya regulasi yang mengatur pelestarian Cagar Budaya. Di mana pemerintah dan juga DPRD justru membatalkan Raperda Cagar Budaya. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan status kota Cirebon sebagai Kota Pusaka yang sarat dengan tradisi dan budaya.
Pun juga visi misi pemerintah, yang ingin menjadikan Cirebon sebagai Kota Kreatif berbasis sejarah dan budaya. Ia menilai bahwa baik pemerintah maupun DPRD tidak mempunyai keseriusan terhadap kondisi cagar budaya.
“Saya pikir, masalah cagar budaya hanya menjadi komoditas politik saja. Yang ramai kalau ada perhelatan pemilu atau pilkada saja. Selebihnya nggak ada perhatian yang kongkret terhadap nasib peninggalan sejarah. Apalagi DPRD yang seharusnya membuat regulasi terkait perlindungan cagar budaya” ungkapnya. (awr)