CIREBON – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Perda Nomor 6/2012 tentang Retribusi Jasa Usaha, belum bakal ditetapkan dalam waktu dekat. Sebab, Komisi II DPRD Kota Cirebon yang membidangi leading sector pada raperda tersebut merasa kurang puas dengan hasil evaluasi provinsi.
Ketua Komisi II Ir H Watid Shahriar MBA mengaku keberatan atas perubahan substansial dari hasil evaluasi Pemprov Jabar. “Kami melihat ada beberapa poin dari hasil evaluasi provinsi yang kurang pas. Makanya, kita tunda dulu (pentapan perdanya). Sebaiknya kita konsultasikan lagi ke provinsi,” ujarnya.
Menurut dia, ada dua poin penyesuaian mendasar Raperda tentang Retribusi Jasa Usaha. Pertama, berkaitan dengan retribusi pemakaian aset pemerintah. Kedua, tarif pelelangan ikan di TPI Kejawanan.
Pihaknya merasa kaget karena ada perubahan yang krusial. Yakni, soal sewa tanah milik pemerintah yang tidak memperhatikan zona strategis, serta soal retribusi lelang ikan.
Sebelumnya, tarif sewa aset lahan milik Pemkot Cirebon ditentukan berdasarkan zona strategis. Akan tetapi, Pemprov Jabar mengharuskan tarif retribusi menjadi sama rata, tanpa membedakan zona strategis atau bukan.
Poin krusial lain yang kurang puas dari hasil evaluasi ini, adalah terkait retribusi lelang ikan berdasarkan kategori cumi dan non cumi. Pemprov Jabar menetapkan nominal tarif tetap dari dua jenis hasil tangkap itu. Tertuang di hasil evaluasi nominal retribusi non cumi sebesar Rp400 per kilogram, sedangkan cumi tarifnya Rp700 per kilogram.
Menurutnya, harga cumi dan ikan terus berubah tergantung nilai pasar. Di samping itu, kebijakan yang diusulkan Pemprov Jabar itu membuat keuntungan sepihak pemilik kapal, jika harga cumi sedang tinggi.
Masalah lainnya, di tempat pelelangan ikan di Jawa Barat, seperti di Indramayu, Pangandaran, Sukabumi, masih pakai pola persentase. Sedangkan Pemprov Jabar meminta Kota Cirebon untuk memberlakukan kebijakan tarif retribusi tetap dari aktivitas lelang ikan.
“Padahal, rekomendasi dari Kemenkeu RI mengharuskan retribusi jasa pelelangan ikan dengan mekanisme persentase. Hasil evaluasi Pemrov Jabar justru muncul angka-angka tarif. Ini akan kurang optimal terhadap penggalian PAD,” ungkapnya.