PENOLAKAN DARI WILAYAH III CIREBON
Terpisah, Ketua MUI Kota Cirebon Hasanain Yahya tak setuju pemerintah membuka izin investasi minuman keras. Atas dasar apapun. Miras dianggap lebih banyak mendatangkan mudharat daripada manfaat. “Semoga (izin investasi miras, red) tidak terjadi. Karena selama ini saja, pengawasan di tingkat bawah lemah. Artinya, orang untuk mendapatkan minuman beralkohol masih mudah,” ujarnya kepada Radar, kemarin.
Meski diakui, pernyataan itu keluar dari mulut pribadi. Secara resmi MUI Kota Cirebon belum mengeluarkan sikap terkait Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tersebut. Dengan alasan, masih menunggu instruksi atau arahan dari MUI pusat. Pria yang akrab disapa Kang Ayip Hasanain itu mengatakan sejauh yang telah berlaku di Indonesia, masyarakat masih dengan mudah mendapatkan miras tersebut. Apalagi jika industri itu semakin dikembangkan. Masyarakat akan semakin mudah lagi untuk mendapatkan.
Secara otomatis, kata Kang Ayip, jika itu diberlakukan, miras akan semakin turun harga. Karena ongkos dan biaya produksi yang cenderung minim. Sehingga akan semakin banyak peminat yang mengonsumsi minuman memabukkan tersebut.
Kang Ayip juga memikirkan pengawasan di tingkat aparat penegak hukum (APH) nantinya. Menurutnya, akan semakin merepotkan bagi APH itu sendiri. Karena peredaran yang semakin marak.
Masih terkait hal tersebut, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon telah mengeluarkan sikap. Ketua PCNU Kabupaten Cirebon H Aziz Hakim Syaerozie mengatakan,pada prinsipnya miras itu haram. Dalam pendekatan fikih, imbuhnya, mengonsumsi miras dilarang keras.
“Potensi yang terkandung dalam mengonsumsi miras lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya. Bukti-bukti autentifikasi substansi fikih, sudah nyata-nyata di depan mata kita. Karena miras, kejahatan di mana-mana. Karena banyak mengkonsumsi miras juga, akal sehat masyarakat kita menjadi hilang,” katanya, kemarin.
Aziz mengakui, memang betul fikih tidak pernah kaku. Terkadang yang tidak diperbolehkan dalam fikih, dalam kondisi tertentu menjadi sah-sah saja dilakukan. Namun itu berlaku dalam situasi darurat yang kriterianya sangat ketat diterapkan. “Ini sekaligus menjawab argumentasi pihak-pihak tertentu yang melegalkan investasi industri miras demi pendapatan negara. Hanya karena pendapatan negara? Apa tidak ada cara lain? Di mana letak kriteria daruratnya?,”tegasnya.