JAKARTA– Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara, telah menetapkan Moeldoko sebagai ketua umum. Hasil KLB itu pun dipastikan akan didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Pendiri Partai Demokrat Hencky Luntungan mengatakan pengurus Partai Demokrat hasil KLB Deli Serdang dipastikan akan didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM). Rencananya hari ini, Senin (8/3). “Baru mau masuk besok (hari ini) hasil KLB,” ujarnya, Minggu (7/3).
Dikatakannya, saat ini Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memang masih menjadi ketua umum Partai Demokrat. Namun setelah didaftar ke Kemenkum HAM dan diverifikasi maka akan berubah sesuai dengan hasil KLB Deli Serdang. “Kalau sudah besok (hari ini) masuk, maka dia (Kemenkum HAM) akan memverifikasi,” ujar Hencky Luntungan.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat versi KLB, Marzuki Alie memastikan hasil KLB akan didaftarkan ke Kemenkum HAM untuk mendapatkan surat keputusan (SK). “Iyalah (hasil KLB Demokrat diserahkan ke Kemenkum HAM). Aturannya kan begitu,” katanya.
Dijelaskannya, setelah proses administrasi selesau, maka hasil tersebut akan diserahkan ke Kemenkum HAM. “Sedang diproses sih, sedang dijalankan proses administrasi semuanya,” ujarnya. Terkait keabsahan hasil KLB Demokrat Deli Serdang, dia menyerahkan ke pengadilan. Bila melihat AD/ART dari Kongres V Demokrat di Jakarta, menurutnya, Partai Demokrat dalam cengkeraman Keluarga Cikeas.
“Kalau keabsahan itu nanti di peradilan ya, karena kalau melihat Anggaran Dasar yang tahun 2020, itu partai ini sudah dikuasai secara penuh oleh keluarga Cikeas, bagaimana bisa KLB kalau persetujuan KLB harus persetujuan Cikeas, kan nggak mungkin. Jelas itu mencederai nilai-nilai demokrasi yang diusung Partai Demokrat,” imbuhnya.
Di sisi lain, peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lili Romli menilai keterlibatan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko KLB Partai Demokrat sangat kentara. Terlebih dia juga terpilih sebagai ketua umum. Karenanya, seharusnya Presiden Joko Widodo memberi sanksi kepadanya agar tak ada anggapan Istana terlibat di dalamnya. “Mestinya harus menegur dan memberi sanksi. Artinya sanksinya dia harus dinonaktifkan atau dia melepaskan jabatannya sebagai KSP,” ujarnya.