Legislator asal Sukabumi ini meminta pemerintah terbuka soal perkembangan Food Estate. Pasalnya, rencana impor satu juta ton beras dinilai kontradiktif dengan wacana Menteri Pertahanan Prabowo yang menyebut Food Estate menggunakan sistem pertanian presisi sehingga bisa menghasilkan tiga hingga empat kali lebih banyak (sekira 17 ton per hektar) produk ketimbang dengan penggunaan teknologi biasa. “Sampaikan kepada publik tingkat keberhasilan dari program ini,” tegas Slamet.
Diketahui, pemerintah sudah memulai proyek Food Estate seluas 165 ribu hektar di berbagai lokasi. Artinya pemerintah bisa memberi tambahan hasil panen di luar hasil panen petani biasanya. Dengan perkirakan penambahan sebanyak 2,8 juta ton tahun ini.
Slamet menjelaskan bahwa proyek Food Estate telah menyerap anggaran Kementerian Pertanian, termasuk untuk pupuk yang sebelumnya dialokasikan bagi petani. “Jangan sampai anggaran dan pupuk yang sudah terbatas dialihkan dari petani ke Food Estate, tetapi tidak menambah produksi panen nasional,” katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa kebijakan impor yang dibuka lebar melalui UU Cipta Kerja, memberikan peluang besar bagi lapangan kerja petani luar negeri dan mempersempit peluang pemasaran produk petani dalam negeri. “Kami mengingatkan agar pemerintah tidak mudah menerapkan impor demi memberi optimisme kepada petani Indonesia,” pungkasnya. (khf/fin)