AKSI terorisme yang dilakukan seorang diri atau lone wolf di Mabes Polri menjadi pekerjaan rumah (PR) bangsa Indonesia. Sebab aksi seperti ini tidak mudah dideteksi. “Menjadi pekerjaan rumah yang luar biasa besar bagi warga bangsa. Fenomena lone wolf tak mudah dideteksi. Mari tingkatkan kewaspadaan dan tidak perlu takut pada terror,” kata Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Robikin Emhas, Rabu (31/3).
Ia menegaskan tak ada agama yang membenarkan kekerasan. Jadi penyerangan terhadap Mabes Polri pada Rabu sore (31/3) harus dikutuk keras. “Penyerangan terhadap institusi negara, pengayom masyarakat, dan bagian dari penegak hukum; menggunakan dalil apa pun tidak bisa dibenarkan,” tegasnya.
Siapa pun yang melakukan aksi kekerasan dengan mengatasnamakan agama, dipastikan tindakan tersebut bukan berdasarkan ajaran agama. Sebab, agama apa pun melarang segala bentuk kekerasan, apalagi aksi teror. Dikatakannya, target aksi teror yaitu menimbulkan rasa takut.
Sebab dengan munculnya ketakutan akan menimbulkan kekacauan di masyarakat. “Mari kita lawan bersama, bersama bergandeng tangan dan menjadikan keberagaman sebaagi kekuatan membangun peradaban bangsa,” katanya.
Ya, aksi ZA tidak bisa dianggap remeh. Sebab, bukan hanya mengancam rasa aman masyarakat. Namun, mengancam kedaulatan dan pertahanan negara. Aparat harus melawan segala bentuk kekuatan teror. “Sinergi harus utuh. Lakukan langkah cepat, tepat dan terukur. Negara negara tidak boleh kalah dengan teroris,” tegas anggota Komisi III DPR RI, Didik Mukrianto.
Menurutnya, tindakan teror di Mabes Polri dalam bentuk apapun harus diberantas. “Tindakan brutal, tidak berperikemanusiaan, dan sangat keji. Ini adalah musuh kemanusiaan dan tidak layak mendapatkan tempat di manapun,” paparnya.
Kepolisian diminta mengusut tuntas, mengidentifikasi, dan memutus mata rantai jaringan terorisme di Indonesia. “Masyarakat pun harus berpartisipasi. Dengan begitu akan memudahkan aparat mencegah, dan memberantas terorisme,” katanya. (gw/fin)