CIREBON – Kasus percerian yang terjadi di Kabupaten Cirebon banyak menimpa pasangan muda. Kondisi tersebut terjadi karena masih tingginya angka perkawinan usia dini sehingga potensi percerian menjadi lebih besar.
Hal tersebut disampaikan Kepala DPPKBP3A Kabupaten Cirebon, Iyan Ediyana saat ditemui Radar, kemarin. menurut dia, angka percerian sendiri dari sisi angka relatif mengalami penurunan.
“Saat ini ada tren kasus percerian yang menimpa pasangan muda cukup tinggi. Pasangan muda ini sangat rentan sekali terjadi percerian karena beberapa hal,” ujar Iyan.
Menurut dia, dari data yang ia terima dari Pengadilan Agama Sumber usia pasangan yang mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama didominasi usia muda. Sebagaian di antaranya berusia 23 tahun ke bawah.
“Yang usianya 23 tahun kebawah cukup tinggi angkanya. Faktor penyababnya macam-macam. Tapi rata-rata karena persoalan ekonomi dimana secara ekonomi biasanya pasangan muda masih begitu rentan,” imbuhnya.
Didalam UU Perkawinan menurut Iyan, usia ideal menikah adalah 19 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki. Tapi menurut BKKBN, usia ideal menikah adalah 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.
“Menikah di usia dini banyak risikonya. Banyak potensi terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satunya system reproduksi yang masih lemah dan belum siap sehingga rentan terjadinya kematian ibu dan anak. Ekonomi yang belum mapan sehingga rentan rumah tangganya goyah sehingga terjadi perceraian,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Iyan meminta agar para anak muda di Cirebon tidak mengambil keputusan menikah di usia dini. Banyak risiko negatif yang mungkin terjadi.
“Kita terus mengkamapanyekan agar tidak ada pasangan yang menikah di usia dini. Ada banyak dampak negative yang mungkin terjadi akibat pilihan menikah diusia dini,” pungkasnya. (dri)