Ribet, Tak Masuk Akal, Tetap Harus Dilaksanakan

Ribet, Tak Masuk Akal, Tetap Harus Dilaksanakan
0 Komentar

Kebijakan aglomerasi sudah tidak bisa lagi ditawar. Simulasi penyekatan pra peniadaan juga gencar dilakukan. Meski hanya paruh waktu. Selama masa peniadaan mudik 6-17 Mei penyekatan dilakukan 24 jam. Karena kebijakan itu juga tak sedikit masyarakat ikut kecele.
 
ADE GUSTIANA-CECEP NACEPI, CirebonKECEWA, khususnya bagi mereka yang sehari-hari bekerja dan melakukan mobilitas di Kota dan Kabupaten Cirebon. Karena seperti diketahui, perbatasan dua wilayah ini tidak begitu kentara. Perbatasan-perbatasan utama seperti di Jalan Tuparev, nantinya juga akan disekat. Tanpa terkecuali. Meski hanya sekadar belanja keperluan sehari-hari.
Ahmad Rulianto, warga Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, menyayangkan hal tersebut. Menurutnya kebijakan aglomerasi terlalu mengada-ada. Memaksakan. Ia yang biasa melakukan mobilisasi dari rumah ke Kota Cirebon jelas merasa terganggu. Apalagi, katanya, dia memiliki saudara di Kota Cirebon.
Di mana sudah menjadi tradisi berkunjung ke rumah saudara-saudara di Kota Cirebon saat Idul Fitri. “Terlalu rumit dan tidak masuk akal. Antara Kota dan Kabupaten Cirebon kan sangat berdekatan. Masa sih harus diperiksa ini-itu,” sesalnya, kemarin.
Akademisi yang juga Anggota Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Prof Dr H Adang Djumhur MAg termasuk salah satu yang menyesalkan Ciayumajakuning tak masuk aglomerasi. Karena dianggap Kota dan Kabupaten Cirebon adalah wilayah yang perbatasannya sangat berdekatan.
Adang juga harapan masyarakat pada umumnya, menginginkan pembebasan mobilisasi yang masih satu plat E tersebut. Namun diakui, setiap kebijakan pasti ada celah pelanggaran. Tak hanya terkait larangan mudik. Berbagai hal telah terbukti.
Misalnya saat pembatasan sosial skala besar di awal pandemi corona di Indonesia. Penyekatan wilayah kala itu, banyak yang lolos. Lewat jalur-jalur tikus. Pun saat aglomerasi larangan mudik nanti celah itu pasti ada dan terjadi. “Pada prakteknya tergantung keketan aparat nanti. Kita tidak masuk aglomerasi, kemudian petugas pengamanan itu akan ketat, ya memang akan menjadi kekakuan. Masa dari Kedawung mau ke kota disuruh balik lagi?,” jelasnya.
Adang berharap adanya komunikasi antar pimpinan daerah membahas hal tersebut. Baik usulan secara bersama-sama kepada pemerintah pusat maupun perorangan. Meski hanya berlaku 6-17 Mei namun itu akan menjadi preseden untuk ke depannya. Namun, katanya, tradisi atau aturan itu biasanya hanya galak di awal. “Awal-awal kaya iya (aturan diterapkan, red). Berikutnya ya udahlah. Sudah tradisi menyimpang,” paparnya.

0 Komentar