MAJALENGKA – Nenah Arsinah (38), salah seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Desa Ranjiwetan, Kecamatan Kasokandel Kabupaten Majalengka dituntut hukuman mati di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) karena dituduh telah melakukan pembunuhan.
Masalah hukum yang menimpa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tersebut terjadi pada tahun 2014. Hal itu bermula dari peristiwa pembunuhan yang menimpa warga berkebangsaan India yang merupakan sopir dari majikan Nenah.
Kepala Desa Ranjiwetan, Saeful Imam menuturkan, untuk membebaskan Nenah dari tuduhan pembunuhan sudah dilakukan. Salah satunya oleh Forum Perlindungan Migran Indonesia (FPMI) Kabupaten Majalengka.
Ketua FPMI Muhammad Fauzy menjelaskan, Nenah berangkat menjadi PMI pada 29 April 2011 melalui perusahaan resmi untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART). Setelah tiga tahun bekerja, Nenah kemudian terjerat kasus pembunuhan.
Namun kata Fauzy, Nenah bukanlah orang yang melakukan pembunuhan tersebut, melainkan hanya dituduh sebagai pelaku oleh majikannya sendiri bernama Ahmed Mohamed Abdelrahman. “Nenah ini dituduh membunuh sopir majikannya, Nenah tidak sendiri ada juga warga Filipina yang nasibnya sama dengan Nenah,” ucap Fauzy.
Pihaknya menerima aduan dari keluarga Nenah pada 26 April 2021. Setelah menerima aduan tersebut, pihaknya langsung berkoordinasi dengan FPMI Jawa Barat untuk segera menelusuri kebenaran kasus tersebut.
“Kami menelusuri kasus ini bahwa sebelum kejadian pembunuhan itu ada cekcok antar anak majikan dan sopir. Besoknya saat Nenah dan rekannya mau ngasih makan ke sopir itu, ternyata sudah meninggal dunia dengan luka sayatan di leher,” tegasnya.
Pihaknya juga telah mengirim surat ke pemerintahan pusat untuk bisa segera membebaskan Nenah dari jeratan hukum di Dubai.
“Kita melakukan upaya dengan mengajukan pembelaan hukum dimana kita kirim surat ke BP2MI, DPR RI, KBRI Dubai dan Kemenlu, untuk kelakukan pembelaan. Kita yakin dia tidak membunuh. Semoga ini jadi perhatian dari pemerintah untuk bisa membebaskan Nenah,” tandasnya. (ono)