LEMAHWUNGKUK – Lembar demi lembar Kitab Parita Suci dibacakan oleh umat Buddha di Wihara Dewi Welas Asih saat melaksanakan Puja Bakti dalam memperingati Hari Raya Waisak, Rabu (26/5). Jelang detik-detik Waisak pada pukul 18.13, mereka memejamkan mata sambil mengambil sikap bertapa untuk bermeditasi. Walaupun digelar secara sederhana, namun perayaan Waisak tetap berjalan khidmat.
Ya, mengingat saat ini masih dalam masa pandemi Covid-19. Terlebih saat ini Kota Cirebon juga masuk dalam zona merah, maka, pelaksanaan Puja Bakti, dan meditasi di Wihara Dewi Welas Asih pun digelar sangat sederhana. Tanpa menghadirkan umat dalam jumlah besar. Baik di rumah maupun di tempat umum.
Humas Wihara Dewi Welas Asih, Hendry Susilo Perkasa mengatakan, perayaan Tri Suci Waisak merupakan Hari Suci Umat Buddha untuk memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Sang Buddha. Pertama, lahirnya Pangeran Siddharta Gautama di Taman Lumbini. Kedua, Pangeran Siddharta Gautama mencapai Penerangan Agung dan menjadi Buddha di bawah pohon Bodhi. Ketiga, Buddha Gautama parinibbana (wafat). Tiga peristiwa itu terjadi pada hari yang sama, dengan tahun yang berbeda-beda. Yakni pada hari purnama raya pada bulan Waisak.
“Perayaan Waisak di Wihara Dewi Welas Asih dilaksanakan dengan sederhana dengan memperhatikan protokol kesehatan. Itu pun hanya diselenggarakan oleh pengurus inti Wihara saja,” ungkapnya.
Hendry menjelaskan, pelaksanaan peringatan Tri Suci Waisak dimulai pada pukul 17.30 dengan melaksanakan Puja Bakti. Kemudian dilanjutkan dengan meditasi pada pukul 17.55 sampai dengan pukul 18.13. Pelaksanaan Waisak digelar di halaman Wihara Dewi Welas Asih.
Setelah itu, dilanjutkan dengan pesan Waisak dari Bikkhu Sangha yang akan dilaksanakan secara online dari Jakarta. Pelaksanaan Waisak kemudian dilanjutkan dengan peringatan kelahiran malam suci Waisak, paniribina. Lalu ditutup dengan Namakhara Patha.
Tahun ini, lanjut Henry, Sanga Theravada Indonesia mengangkat tema Cinta Kasih Membangun Keluhuran Bangsa, dengan maksud mengingatkan akan pentingnya keluhuran bangsa dengan dasar cinta kasih sebagai pedoman bermasyarakat yang memiliki budi pekerti.
Bangsa yang luhur tercermin pada perilaku masyarakat yang memiliki budi pekerti yang luhur. Namun sayangnya, dewasa ini keluhuran bangsa tercoreng dengan semakin menurunnya kepedulian, keramahan, sikap hormat, serta gotong royong yang menjadi ciri masyarakat luhur. Hal itu ditandai dengan semakin maraknya angka kejahatan, ujaran kebencian, permusuhan dan intoleransi yang menyebabkan lemahnya persatuan dan kesatuan bangsa.
Cinta Kasih Membangun Keluhuran Bangsa

