Yulius mengungkapkan produk kripik dari kentang yang dipasarkan di market lokal Indonesia masih ekspor dari Malaysia. “Ini menyedihkan dan lucu. Kita negara besar dan kaya, tapi menjadi konsumsi barang impor,” kata Yulius.
Di Indonesia, katanya, masih banyak petani tradisional. Bukan petani yang menciptakan barang-barang value added atau yang bernilai tambah. “Pemerintah mendorong kita menghasilkan produk value added. Bukan hanya di dalam negeri, tapi bisa ekspor ke luar negeri. Value itu membuat harga lebih mahal. Yang untung, kembali ke petani juga dan memiliki pasar yang lebih luas,” katanya.
“Kita akan mendorong pilar petani milenial, petani yang barang barangnya diekspor, dijual di kota besar. Saya berharap semua akan mencontoh itu. Sehingga tidak malu bekerja sebagai petani,” pungkas Yulius. (*)