Setiap hari sedikitnya Udin membutuhkan 15 liter minyak goreng (migor) untuk berjualan gorengan. Belakangan harga migor yang naik membuat laki-laki 50 tahun itu nelangsa. Laba yang diperoleh semakin tipis.
ADE GUSTIANA, Cirebon
KALAU harus memilih, pria yang memiliki dua putri dan seorang putra itu lebih baik kembali ke masa menjual gorengan seratus rupiah per biji. Udin telah berjualan lebih 32 tahun silam. Di awal dia berjualan harga kebutuhan pokok masih serba murah. Tak kecuali minyak goreng.
“Mending gorengn masih seratus rupiah, minyak masih murah, semua masih murah. Saat itu untungnya bisa 50 persen,” tutur pria asal Kelurahan Babakan, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, itu kemarin.
Sekarang laki-laki yang berjualan di perempatan perumahan GSP, Jalan Perjuangan, Kota Cirebon, ini menjual gorengan seribu per biji. Naik tiga ratus rupiah, sebelumnya tujuh ratus. Tapi kondisi ini telah dilakukan sejak setahun lalu.
Di saat harga eceran tertinggi (HET) migor dicabut, Udin tetap menjualnya seribu per biji. Tak bisa dinaikkan karena akan terlalu mahal. Pun kalau ukurannya dikecilkan dia ogah. “Karena kalau dikecilin ngga pantes, (gorengan, red) yang sekarang saja sudah kecil,” ucapnya kepada Radar.
Imbasnya laba dia berkurang. Kalau didengar omzet per hari laki-laki yang pernah dagang gorengan di Serang-Banten selama 15 tahun, itu memang besar. Kalau musim hujan, katanya, rata-rata Rp1,5 juta per hari.
Tapi itu pendapatan kotor. “Kalau dapat satu juta aja sehari, sudah rugi. Karena gorengan ini kan dagangan yang harus habis. Ada minyak, tepung, gas, plastik, dan sebagainya yang harus dibeli,” ungkap dia.
Musim hujan dagangan Udin lebih laris. Pun kalau musim panas penghasilan rata-rata per hari di bawah itu. Tapi masih lebih dari sejuta. Pria kelahiran 1972 itu biasa membeli migor untuk jualan gorengan seharga Rp18 ribu per liter.
Katanya, naik empat ribu dari sebelumnya: Rp14 ribu. Di sisi lain Udin maklum akan kenaikan tersebut. Katanya, selalu terjadi di setiap kepemimpinan. “Tapi sekarang naiknya ini drastis. Saya memaklumi, tapi kalau terlalu sering naik juga bingung,” jelas Udin yang berjualan gorengan secara bergantian dengan anak laki-lakinya tersebut.