“Jangan repot. Apalagi, kalau pakai kemasan satu orang dua liter. Gua bayangin kalau orang industri kecil, masa dibatasi. Itu dipikir enggak. Ya kalau bisa dievaluasi ulang kebijakannya,” tandasnya.
Senada dituturkan Siti. Ia mengatakan kebijakan tersebut diharapkan bisa dievaluasi. Apalagi untuk harga saat ini, Siti menjual dengan harga Rp14.500-15.000 per kilogramnya. Dengan biaya pembelian seharga Rp13.500 per kilogramnya.
“Saya sih gak setuju. Soalnya kan kasihan, ribet. Apalagi kalau misalnya nenek-nenek. Masa iya harus pakai aplikasi. Kalau diterapkan ya mau gimana. Harapannya bisa dievaluasi,” tegasnya.
Dijelaskan Siti, sejauh ini permintaan dari masyarakat masih tinggi. Apalagi, banyak yang menyiasati beralih dari migor kemasan ke migor curah. “Sehari paling 1 kwintal atau setengah kwintal,” lanjutnya.
Masih di Pasar Jagasatru, pedagang lainnya, Ayu, juga mengaku keberatan. Pasalnya, tidak semua orang akan membawa KTP. “Banyak ibu-ibu yang berumur. Itu gak efisien. Harapannya bisa dipermudah, gak usah dipersulit. Kalau mau turun, turun. Gak usah ada embel-embel. Sekarang juga kan sudah Rp14.500 per kilogram. Banyak yang beli,” katanya.
Sementara salah satu pembeli yang sedang bertransaksi di Pasar Jagasatru, Mira, mengatakan, penerapan Aplikasi PeduliLindungi dalam pembelian migor curah jutsru akan menyulitkan pembeli. “Kan yang beli ada juga orang tua. Daripada aplikasi, sekarang mending diarahkan di warung terdekat. Apalagi harga sudah turun. Gak berguna saya rasa. Mending ke warung dekat,” terang Mira.
“Harapannya memang kalau ada kebijakan itu, kalau harga murah gak masalah bawa KTP. Pakai aplikasi ribet. Kita kan juga gak punya HP. Harapannya bisa dikaji ulang,” tandasnya. (ade/jrl)