“Kalau kita biarkan mereka ada di daerah yang terdekat dengan kantor DPRD. Pengalaman kami, mereka coba maksa masuk ke halaman DPRD dan mereka mencoba masuk ke Gedung DPRD. Tentunya ini kami tidak bisa biarkan,” jelasnya.
“Karena dikhawatirkan akan terjadi gangguan kamtibmas di sana. Terkait tuntutan melapor, kalau ada laporan pasti kami akan terima. Kita akan proses sesuai SOP. Kalau laporan ada, nanti kita lihat apakah mereka jadi atau tidak,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua BEM FH UGJ Raden Muchamad Fajri menilai tindakan represifitas aparat kepolisian yang seharusnya mengayomi masyarakat tak tercermin. “Pada kenyataannya khususnya pada kejadian aksi di depan Gedung DPRD Kota Cirebon tanggal 18 Juli telah dilanggar Pasal 30 ayat 4 UUD 1945 dan UU Nomor 22 tahun 2022,” terangnya.
Sedangkan berkaitan dengan RKHUP yang saat ini masih bergulir pembahasannya dari kalangan pemerintah dan DPR RI, masih cacat secara formil dan materil serta banyak kontroversi dalam substansinya.
Apalagi, dalam kesempatan itu draf yang sedang bergulir tidak dibuka. “Jangan dicerai hak-hak rakyat. Ini tidak pernah melibatkan aspirasi rakyat. Banyak kontroversi yang ada juga di kalangan masyarakat. Untuk itu kami mahasiswa, mencoba menjembatani kontroversi yang terjadi,” jelasnya.
Sejumlah kejanggalan yang terjadi diantaranya pada Pasal 218 terkait dengan penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden. Pasal ini, dinilai dapat menyebabkan multitafsir. Juga dapat menimbulkan pandangan otoriter.
Di pasal 241 mengenai ujaran kebencian juga dinilai multitafsir. Sebab, tidak ada garis batas antara ujaran kebencian dan kritik yang dilayangkan kepada pemerintah.
Pada pasal 351 yang dipersoalkan juga dikhawatirkan dapat digunakan untuk membungkam kritik yang dilayangkan kepada pemerintah. Berikutnya pasal 256 terkait pemberitahuan dalam sistematika aksi. Karena bersifat pemberitahuan dan koordinasi, seharusnya tidak dimaknai sebagai perizinan.
Selain itu, mahasiswa juga mengkriitsi kenaikan harga BBM yang terjadi. Termasuk efek domino kelangkaan Pertalite di sejumlah SPBU. Menurut mahasiswa, kelangkaan tersebut terjadi karena adanya peralihan dari Pertamax kepada Pertalite.
“BBM Pertalite saat ini stoknya berkurang cepat dan mengantre cukup panjang untuk bisa mendapatkannya. Padahal dalam Pasal 8 ayat 2 UU nomor 22 tahun 2001 menyatakan bahwa Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM,” ungkapnya.