Satu Rahim

Satu Rahim
0 Komentar

Rencana penyatuan hari jadi Kota/Kabupaten Cirebon tak kunjung islah menjadi peraturan hitam di atas putih. Padahal, kalau ditengok, masing-masing kepala daerah saling tak keberatan. Dan, ide Selasar Gunung Jati bisa menjadi cikal bakal penyatuan hari jadi.
================
MANTAN Walikota Cirebon, Subardi, pernah menyampaikan keinginan tersebut di akhir masa jabatan. Yakni ketika diundang dalam rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten Cirebon yang saat itu diketuai Tasiya Soemadi Al Gotas. “Ya, sebatas sampai situ saja,” kata bekas walikota Cirebon 2 periode (2003-2013) tersebut kepada Radar Cirebon kemarin.
Artinya, tidak ada tindak lanjut ke pembahasan lebih serius. Subardi mengaku keinginan menyatukan hari lahir atau hari jadi kota dan kabupaten terinspirasi dari pendiri Cirebon, yakni Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.
“Yang jadi masalah, kenapa pendirinya sama, titik/lokasinya hampir sama (berdampingan, red), (hari lahirnya, red) kabupaten dan kota kok berbeda. Termasuk tanggal yang diperingati berbeda. Yang satu mengacu pada masehi yang satu mengacu pada hijriah. Kenapa seperti itu, padahal pendirinya sama,” tukas ketua Organisasi Radio Amatir Indonesia (Orari) Jawa Barat Lokal Kota Cirebon tersebut.
Kenapa peringatan hari jadi menjadi sesuatu yang penting untuk disamakan? Subardi mengatakan, untuk mengenang dan menghormati masa lalu. Ketika berbicara Cirebon, imbuh ia, tidak terbatasi oleh unsur pemerintahan daerah.
Baik kota maupun kabupaten. “Saya waktu itu (ketika memimpin Kota Cirebon, red) juga akan legowo, atas dasar kesepakatan (pemkab dan pemkot) ditentukan hari jadinya kapan. Bukan keinginan dari masing-masing pemerintah daerah. Intinya, kita duduk bersama, baik itu budayawan/sejarawan maupun orang-orang pemerintahan,” tutur Subardi.
Ia berkaca pada kota/kabupaten Bogor. Har jadi Kota Hujan tersebut berbarengan. Untuk menyelesaikan ini, Subardi mengatakan semua pihak harus terlibat. Selain pemda, perlu peran legislatif. Serta tokoh masyarakat termasuk budayawan/sejarawan itu.
Yakni untuk menyamakan persepsi dan menentukan Harlah Cirebon. Bukan lagi terbagi menjadi kota dan kabupaten. Bagaimana kalau hari jadi dirayakan 2 kali mengikuti HUT kota dan kabupaten Cirebon. Artinya, sama-sama saling mendukung?  “Anggarannya berat,” ucap Subardi.

0 Komentar