Adalah Bung Sjahrir (Sutan Syahrir), seorang tokoh pejuang bawah tanah yang selalu memantau setiap pergerakan situasi peperangan tentara Jepang melalui siaran radio. Saat itu, menjelang berakhirnya Perang Dunia II, Jepang semakin terdesak. Mereka mengalami kekalahan demi kekalahan di pos pertempuran di Pasifik dan Asia Tenggara. Puncaknya, saat sekutu menjatuhkan bom atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki. Jepang luluh lantak.
Sejarawan Cirebon Mustaqim Asteja mengungkapkan bahwa Syahrir memiliki peran penting dalam peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Cirebon. Bung Sjahrir merupakan tokoh pejuang bawah tanah yang selalu memperhatikan perkembangan Perang Dunia dengan cara sembunyi-sembunyi mendengarkan berita dari stasiun radio luar negeri.
Saat itu, semua radio tidak bisa menangkap berita luar negeri karena disegel oleh Jepang. Namun, informasi kekalahan tersebut berhasil tercium oleh beberapa tokoh pergerakan nasional, seperti Sutan Sjahrir. Ia kemudian menyiapkan gerakannya untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang.
“Pihak Jepang berusaha menutupi berita kekalahan tersebut. Namun, berita tersebut akhirnya bocor ke beberapa tokoh seperti Sutan Sjahrir,” ungkap Mustaqim Asteja.
Ketika Sjahrir mendengar berita siaran radio bahwa Jepang hampir kalah, dia ingin kemerdekaan Indonesia segera diproklamasikan. Sutan Sjahrir segera menemui Soekarno meminta untuk segera memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia saat itu juga.
Tapi permintaan tersebut ditolak Soekarno. Penolakan tersebut membuat Sutan Sjahrir kecewa. Selanjutnya pada 15 Agustus 1945 setelah jam 5 sore, Sutan Sjahrir segera memerintahkan kepada para pemuda agar mempercepat persiapan demonstrasi.
Mahasiswa dan pemuda yang bekerja di kantor berita Domei (kantor berita Jepang) secepatnya melaksanakan instruksi tersebut. Namun, Sutan Sjahrir memahami bahwa Soekarno saat itu tidak sepenuh hati menyiapkan Proklamasi.
PPKI sebagai badan bentukan Jepang yang bertugas menyiapkan kemerdekaan, tak menunjukkan aktivitasnya akan berhenti bekerja. Sikap tim Soekarno dan Mohammad Hatta tersebut mengecewakan para pemuda yang sepakat dengan gagasan Bung Syahrir. Sebab, sikap itu beresiko terhadap kemerdekaan RI merupakan produk buatan Jepang.
Sutan Sjahrir akhirnya meminta Dr Soedarsono yang kala itu menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit Kesambi atau yang sekarang menjadi RSUD Gunung Jati, untuk memproklamasikan Kemerdekaan di Alun-Alun Kedjaksan Kota Cirebon. Kemudian, para pemuda di Cirebon hari itu tanggal 15 Agustus 1945, di bawah pimpinan Dr Soedarsono, mengumumkan Proklamasi versi mereka sendiri.