JAKARTA- Rencana pemerintah menaikkan harga BBM subsidi mulai menuai penolakan dari para wakil rakyat hingga mahasiswa. Dari Senayan misalnya, Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyebut pemerintah super tega bila menaikkan harga BBM subsisi dalam kondisi saat ini ini.
Menurutnya, dalam masa pemulihan ekonomi nasional pemerintah harus memperbanyak insentif bagi masyarakat kecil bukan malah membebani dengan menaikkan harga BBM. Selain itu, hal tersebut justru akan menyebabkan terjadinya inflasi.
“Kami minta kepada Presiden Jokowi jangan menaikkan harga BBM subsidi. Alasan dan waktunya belum tepat. Ini hanya akan membuat masyarakat makin menderita setelah dua tahun lebih terdampak Covid-19,” ujar anggota DPR Fraksi PKS itu kepada JPNN (Radar Cirebon Group), kemarin.
Mulyanto minta Presiden Jokowi memperhatikan kondisi riil masyarakat. “Presiden jangan cuma mendengar saran kebanyakan menteri yang justru menginginkan pemerintah menaikan harga BBM. Dengarkan juga aspirasi masyarakat saat ini. Sebab kalau pemerintah tetap nekat itu sama saja pemerintah tega dengan rakyatnya,” kata Mulyanto.
Dia menjelaskan saat ini inflasi tahunan sebesar 3.94 persen, tertinggi sejak Oktober 2015. Artinya, jika BBM bersubsidi dinaikkan, maka diperkirakan inflasi akan melejit ke angka tujuh atau delapan persen.
“Karena kenaikan harga BBM bersubsidi akan mendorong secara berantai kenaikan harga barang dan jasa lainnya secara luas. Ini tentu akan mencekik kehidupan rakyat dan menambah angka kemiskinan,” ungkapnya.
Di sisi lain, dalam pidato kenegaraan di Gedung MPR/DPR/DPD, Selasa (16/8) Presiden Jokowi justru menyampaikan prestasi kabinetnya, yakni pada semester satu 2022, APBN surplus sebesar Rp106 triliun. Neraca perdagangan juga surplus selama 27 bulan beturut-turut tanpa jeda. Adapun pada semester satu 2022 saja surplus mencapai angka sebesar Rp364 triliun.
“Ini tentu pengaruh windfall profit (durian runtuh) dari naiknya harga-harga komoditas seperti batu bara, tembaga, emas, CPO, termasuk juga migas,” kata Mulyanto.
Mulyanto menjelaskan hal utama justru upaya penghematan APBN dan menghentikan proyek-proyek yang tidak penting dan mendesak, seperti proyek Ibu Kota Negara (IKN) baru dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung. “Opsi kebijakan yang memihak rakyat tentu lebih penting dibandingkan dengan opsi pembangunan lainnya di tahun politik dan akhir masa jabatan Presiden, agar pemerintahan Jokowi husnul khotimah,” tegas Mulyanto.