CIREBON- Mantan Direktur Rumah Sakit Daerah Gunung Jati (RSDGJ) drg H Heru Purwanto MARS angkat bicara seputar kisruh pelayanan di RS milik Pemkot Cirebon itu. Heru bilang, persoalan ada pada komunikasi yang kurang intensif. Ia mengatakan kurang tepat persoalan hari ini dibawa ke BPK. Heru mengaku dulu sering ditegur DPRD untuk tujuan perbaikan bersama.
Seharusnya, kata dokter yang purnabakti tahun 2017 itu, evaluasi pelayanan bisa selesai di eksekutif dan legislatif tingkat daerah. Tidak dibawa ke institusi lebih tinggi seperti BPK. Karena tanggung jawab atau pengawasan RS daerah ada pada DPRD dan walikota.
Soal audit RSDGJ, masih kata Heru, sudah pasti dilakukan BPK setiap tahun. Tanpa perlu menunggu rekomendasi dari DPRD. “Dan kebanyakan (diaudit) soal keuangan,” kata eks direktur RSDGJ periode 2010-2017 tersebut kepada Radar Cirebon kemarin.
Heru menekankan Komisi III DPRD Kota Cirebon juga harus menjalin komunikasi serta melakukan kunjungan ke RSDGJ secara proaktif. Apalagi RSD Gunung Jati ini, lanjut Heru, adalah rumah sakit ‘milik’ DPRD Kota Cirebon sendiri.
Artinya, ada dalam pengawasan para wakil rakyat di Gedung Griya Sawala, Jalan Siliwangi. Ketika pelayanan tak berjalan baik, dikembalikan pada pengawasan yang dilakukan. “Saya baru dengar (persoalan di RSD Gunung Jati yang dibawa ke BPK karena pasien yang ditelantarkan selama 11 jam) sedih juga. Karena ini kan RS-nya (DPRD Kota Cirebon) sendiri. Bukan hanya Pak Wali saja,” ucapnya.
Heru menjelaskan, soal pelayanan bukan menjadi tugas pokok dan fungsi BPK. Lagi ditekankan, persoalan membawa ke BPK ini bersumber dari komunikasi yang kurang ditingkatkan. Soal kekurangan di rumah sakit, katanya, bisa dibicarakan. Juga bisa diantisipasi. Bukan baru dibicarakan ketika terjadi masalah.
“Saya dulu (saat menjabat direktur RSDGJ) tidak sampai sebulan, selalu dapat teguran dari Komisi III. Baik pasien belum divisit, pelayanan baru dibuka siang, itu semua jadi perhatian. Termasuk soal kebersihan saya ditegur, dan itu baik untuk ke depannya,” terang Heru.
Heru menjelaskan kemungkinan terjadi miskomunikasi. Bukan saja dengan pasien atau keluarganya. Tapi keasalahan komunikasi yang bisa terjadi di internal RS itu sendiri.