Yang kedua, Arif mengatakan jangan berpikir enak menjadi Pj Gubernur DKI karena ancaman banjir di depan mata. Terlebih pada musim hujan sekarang ini. “Jadi, kalau Pj pegang kekuasaan 17 Oktober, hal pertama di depan mata, ya, ancaman banjir. Sejak menjabat dia harus punya skenario,” kata Arif.
Selanjutnya, isu yang mesti diperhatikan adalah kejahatan jalanan yang menurutnya tak pernah terselesaikan sejak zaman Gubernur Ali Sadikin. Menurut dia, warga Jakarta tak bebas berlalu lalang di atas pukul 12 malam, apalagi saat ini banyak lampu jalan yang dimatikan demi menghemat anggaran.
Kemudian, adanya isu kesehatan publik dengan tiga penyakit yang cukup rawan, yakni, Covid-19, cacar monyet, dan demam berdarah dengue (DBD) yang menjadi isu tahunan dan belum tertangani dengan baik. “Tiap tahun pemprov lebih banyak mengimbau dan mengobati (DBD, red), pencegahannya belum optimal, jangan gaya-gayaan jadi Pj kalau tidak punya jawaban atas isu kesehatan ini,” tuturnya.
Pj gubernur juga memiliki pekerjaan rumah untuk mengentaskan isu ketimpangan yang terjadi di masyarakat. Sebagai ibu kota, sejumlah warga memiliki pendapatan besar, tetapi sebagian lainnya berpendapatan sangat rendah. Isu ketimpangan pun kerap berimbas terhadap hal lain, seperti munculnya kejahatan, prasangka sosial, bahkan dapat memicu konflik.
“Masa kita mau jadi kayak Kota Meksiko, Mumbai, kota yang dikenal bukan hanya kemacetan tapi ketimpangan yang terekspresi lewat kendaraan yang beredar di jalanan. Itu harus diselesaikan,” papar Arif. (mcr4/jpnn)