CIREBON- Sudah tak ada lagi pasar muludan di Alun-alun Sangkala Buana atau Alun-alun Kasepuhan. Alasannya adalah karena wajah baru alun-alun setelah direvitalisasi dengan anggaran Rp10,4 miliar.
Kepala Badan Pengelola Keraton Kasepuhan RR Alexandra Wuryaningrat mengatakan pasar rakyat muludan sudah tak memungkinkan lagi digelar di Alun-alun Sangkala Buana.
“Alun-alunnya kan sudah direvitalisasi dan kondisinya tidak memungkinkan lagi untuk menggelar pasar rakyat muludan,” ungkap Ratu Alexandra.
Tak adanya pasar muludan di Alun-alun Kasepuhan lantas menimbulkan kontroversi. Cirebon disebut kehilangan jati dirinya.
Ya, ternyata banyak pihak yang menyayangkan hilangnya pasar muludan. Pasalnya, pasar muludan bukan sekadar pasar malam biasa. Pasar muludan merupakan potret bagaimana kegiatan tradisi begitu berdampak terhadap banyak aspek. Mulai aspek budaya, sejarah, pariwisata, hingga ekonomi kerakyatan.
Budayawan Cirebon, Akbarudin Sucipto mengatakan gelaran pasar muludan tak lepas dari kegiatan menyambut peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW setiap tanggal 12 rabiul awwal. Di mana setiap entitas atau kelompok mempunyai cara yang berbeda dalam melaksanakannya. Di Keraton Kasepuhan dan keraton-keraton lainynya, peringatan Maulid Nabi ditandai dengan tradisi panjang jimat.
Terkait dengan tanggapan sejumlah pihak yang menyayangkan ditiadakannya pasar muludan di sekitar Keraton Kasepuhan, Akbar mengaku tidak heran. Pasalnya, bulan mulud merupakan salah satu bulan yang paling dihormati dan mempunyai tempat tersendiri bagi masyarakat Cirebon.
“Ada semacam aturan adat yang tidak tertulis di masyarakat, misalnya ketika masuk bulan mulud, masyarakat yang berada di Cirebon itu banyak yang menunda untuk bepergian. Dan orang Cirebon yang merantau itu biasanya pulang. Alasannya apa? karena pada bulan mulud, baik keraton maupun masyarakat itu sedang menyambut tamu yang datang dari mana-mana,” jelasnya.
Keterikatan yang kuat secara emosi ini membuat masyarakat sangat berharap bahwa di tahun ini pasar muludan bisa kembali diadakan. Terlebih setelah dua tahun ditiadakan akibat Covid-19. Tak hanya oleh para pedagang besar yang meraup banyak keuntungan saat pasar muludan diadakan. Para pedagang kecil pun banyak yang merasakan dampak positifnya.
Akbar menjelaskan bahwa eksisting Alun-alun Sangkala Buana saat ini memang tak lagi mempunyai fungsi sebagaimana alun-alun pada pengertian masyarakat Jawa. Alun-alun Sangkala Buana yang direvitalisasi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah bergeser fungsinya menjadi taman (garden).