Misalnya, tutur Afif, melalui kegiatan-kegiatan yang menyambangi langsung mereka kalangan menengah ke bawah. Dibutuhkan inovasi untuk merebut hati masyarakat.
“Yang punya daya gedor ke masyarakat. Kreativitas dari partai juga harus ada untuk bisa meraih simpati publik. Bukan hanya menunggu atau sesuai perintah dari ketua umum atau elit partai saja,” tandasnya.
Terpisah, pengamat politik dan pemerintahan Cirebon Drs H Hasanudin Manap MM menilai pidato AHY soal Presiden Jokowi multitafsir. Tergantung siapa yang berpendapat. Termasuk soal isu pemanasan menjelang pesta demokrasi Pilpres 2024 mendatang.
“Bisa dikatakan demikian, bisa juga tidak,” ucap Manap kepada Radar Cirebon soal pendapat yang mengatakan jika yang terjadi adalah pemanasan jelang Pilpres 2024, kemarin.
Ia menambahkan, SBY dan Jokowi adalah dua pimpinan. Bekas presiden dan yang masih sebagai presiden. Artinya, imbuh Manap, keduanya saat memimpin masing-masing memiliki kebijakan.
Jika saling dibandingkan seputar infrastruktur dan banyak hal, Manap menilai itu hal yang lumrah. “Jadi, sah-sah saja tidak ada masalah,” tukasnya.
Tapi, apakah ucapan AHY di Rapimnas Demokrat itu bertujuan? Manap bilang, itu tergantung penafsiran individu. Kalau dikaitkan dengan isu politik, terang Manap, bisa saja ucapan tersebut memiliki tujuan tertentu. “Bisa dibilang sebagai bentuk kritik, bisa saja sebagai ungkapan seorang ketua umum saja,” ucap Manap.
Apakah pemanasan ini menutup peluang PDIP dan Demokrat untuk berkoalisi? “Dari dulunya, memang sulit (berkoalisi, red). Tapi, yang namanya politik ya bisa-bisa saja. Kadang sekarang bertengkar, besok atau lusa bersatu untuk mengusung kepentingan bersama,” beber Manap.
Dia menuturkan, politik bisa berubah-ubah setiap saat. Sangat dinamis. Baginya, sosok Jokowi sebagai Presiden yang masih menjabat tak perlu menanggapi berlebihan yang dilontarkan AHY tersebut.
“Toh Pak Jokowi selama ini banyak yang mengkritik, menghujat. Banyak juga menyanjung dan memuji kinerjanya. Menurut saya tidak perlu terpancing isu tersebut,” tutur Manap.
Adakalanya, lanjutnya, kepentingan egosentris sebuah partai itu muncul. Sehingga ada luapan atau ucapan yang bisa memantik emosional. Jika tak ditanggapi dengan bijak. Apalagi menjelang pesta demokrasi terbesar di negeri ini pada 2024 nanti. Setiap partai, imbuh Manap, punya calon dan alasan tersendiri untuk mengusung calon presiden.