KOMISI Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Jawa Barat menyebut hasil visum dugaan kekerasan seksual kepada anak usia 11 tahun sudah keluar, namun belum dapat dipastikan penyebabnya.
“Hasil visum kekerasan seksual sudah dikeluarkan. Namun belum dapat dipastikan terkait penyebab yang terjadi kepada korban itu sendiri,” ungkap Ketua Dewan Pembina Komnas PA Jabar Bimasena Raga Waskita saat konferensi pers bersama Polresta Cirebon di ruang vicon polres setempat kemarin.
“Jadi memang hasilnya betul ada luka, tapi belum dapat dipastikan luka itu penyebabnya apa. Ini sedang dilakukan pendalaman oleh penyidik. Dilakukan pendalaman ya, bukan diabaikan,” sambung Bima kepada wartawan.
Melalui tambahan-tambahan bukti nantinya, lanjut Bima, hasilnya dapat disimpulkan. Diungkapkan, penanganan kasus ini tidak secara terburu-buru. Bima memaklumi karena penerapan pasal kekerasan seksual menurutnya harus sangat hati-hati.
“Kami tidak mau nanti asal-asalan di persidangan itu lepas begitu saja. Kehati-hatian ini justru untuk kepentingan korban,” tukasnya.
Sementara hasil visum kekerasan fisik telah dinyatakan siap untuk dilanjut ke pemberkasan tahap satu. Bima menuturkan, Komnas PA hadir untuk melakukan supervise, khususnya kasus kekerasan seksual terhadap anak. Hasil dari pemantauan pihaknya, Bima menyebut, penyidik PPA Polresta Cirebon telah bekerja sesuai dengan SOP.
“Ini untuk mengklarifikasi yang terjadi di masyarakat. Kami mengapresiasi respons cepat penanganan kasus kekerasan seksual dan kekerasan fisik yang dilakukan oleh oknum Polri, dengan dilakukannya semua prosedur yang sesuai dengan aturan,” paparnya.
Komnas PA mengaku telah melakukan komunikasi dengan keluarga korban, khususnya ibu korban. Aduan serta keluhan dari keluarga korban itu, imbuhnya, diklarifikasi langsung kepada penyidik Polresta Cirebon. Bahkan berkoordinasi langsung dengan Kapolresta Cirebon Kombes Pol Arif Budiman SIK MH.
“Bilamana keluarga korban atau siapapun yang merasa ada perbuatan penyidik yang tidak baik, ada institusinya tersendiri (untuk mengadukannya, red). Karena kita harus menjaga jangan sampai anak menjadi korban kedua kalinya, ini yang harus kita jaga,” terangnya.
Ia menjelaskan yang perlu menjadi atensi saat ini yakni kepentingan anak atau korban. Dianggap merugikan anak, ketika kasus ini jadi konsumsi publik. Apalagi sampai viral.