Sementara suporter Green Nord tegas meminta jajaran direksi PSSI saat ini untuk mengundurkan diri. Imbas peristiwa di Kanjuruhan 1 Oktober. Yang menghilangkan lebih dari 125 nyawa itu. Federasi disebut-sebut gagal melindungi anak bangsa.
Suporter Sepak Bola (Green Nord) Huzin Ghozali menegaskan, rivalitas suporter cukup berlangsung 90 menit. Selama pertandingan berlangsung di stadion. Huzin mengatakan peristiwa Kanjuruhan momentum mengevaluasi diri. Bagi semua. Tak terkecuali suporter, federasi, panitia penyelenggara (panpel), pihak keamanan dan lain-lain.
Rivalitas sebuah pertandingan, jelas Huzin, bagaimanapun harus tetap ada. Tanpa rivalitas sepak bola tak memiliki daya tarik. Namun ia menekankan rivalitas yang ditunjukan harus sehat. Seperti saling sahut yel-yel, kekompakan dan kreativitas lainnya. Bukan rivalitas yang saling menciderai.
Huzin berharap ini sebagai momentum bersatunya antarsuporter di Indonesia. Seperti saat masing-masing mendukung Tim Nasional Indonesia ketika berlaga. Yang juga perlu ditekankan atas peristiwa kemarin, terang Huzin, mencari siapa yang harus bertanggung jawab atas insiden yang terjadi.
Penelaahan suporter, imbuh Huzin, federasi harus bertanggung jawab. Yaitu PSSI. Karena sepak bola ada di tangan federasi. Di luar operator yang mengelola liga. Ia menganggap federasi gagal melindungi anak bangsa.  “Sepak bola ini tontonan dan hiburan, bukan ajang meregang nyawa. Gak usah berbelit dan menyudutkan salah satu pihak, bagi saya suporter, federasi harus bertanggung jawab bukan melimpahkan ke pihak lain,” tegasnya.
Huzin menuntut pertanggung jawaban yang tak main-main. Semua pengurus PSSI ia minta untuk mundur dari jabatan. “Lalu ganti operatornya. Pertanggung jawaban moral semua jajaran PSSI harus mundur. Seolah nyawa dibuat guyonan,” tukasnya.
Pemerhati Sepak Bola, Miftahkul Faham Syah mengingat kejadian di Kanjuruhan seperti mengulang tahun 2017 ketika Kiper Persela Choirul Huda meninggal dunia di stadion saat bertanding melawan Semen Padang. Ia juga berharap kejadian yang menewaskan lebih dari 125 orang di Kanjuruhan menjadi momentum yang baik untuk berbenah.
Di mana pasca kejadian yang menimpa Choirul Huda, semua peduli tentang penanganan medis di lapangan. Prosedur penanganan pemain menjadi lebih baik. Ia berharap perbaikan serupa atas apa yang menimpa Aremania. “Terutama di Panpel,” jelasnya.