Jalan Pekalipan, Nomor 62, Kota Cirebon, jadi alamat Masjid Lautze 3 oleh Yayasan Haji Karim Oei. Setelah Jakarta dan Bandung. Tokoh muslim keturunan Tionghoa Abdul Karim Oei Tjeng Hien memiliki riwayat panjang terhadap pengaruh Islam di Tanah Air.
ADE GUSTIANA, Cirebon
MASJID ini didominasi warna merah dan hijau. Wakil Walikota Cirebon Eti Herawati berkunjung ke lokasi Sabtu (22/10). Tampak juga Anggota DPRD Kota Cirebon Harry Saputra Gani, Kapolres Cirebon Kota AKBP M Fahri Siregar, Kadisbudpar Agus Sukmanjaya, dan lainnya.
Mewakili pemkot, Eti berterima kasih dan memberikan penghargaan kepada Yayasan Haji Karim OEI yang memiliki prakarsa untuk melaksanakan pembangunan Masjid Lautze 3 di Cirebon.
“Sebagaimana yang diketahui, kiprah Haji Abdul Karim Oei dalam melakukan pembinaan dakwah secara sosial dan ekonomi betul-betul memberikan inspirasi dan teladan,” ucap Eti.
Politisi Partai Nasdem itu menambahkan, selama ini masjid bukan hanya berperan sebagai tempat beribadah. Lebih dari itu, masjid adalah sebagai pusat kegiatan umat Islam. “Semoga Masjid Lautze 3 dapat memancarkan cahaya Islam, menyebarkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan serta persaudaraan dan kerukunan umat,” harapnya.
Wawali Eti Herawati pun berharap masyarakat bisa bersama-sama memakmurkan masjid dan menjadikannya sebagai pusat kebudayaan. Serta pengetahuan kajian ilmu Islam.
“Fakta bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk, plural, dan beragam. Masjid ini menjadi simbol keislaman yang ramah, keislaman yang moderat, yang menjadi pilar keberagaman Kota Cirebon pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya,” tutur Eti.
Karim Oei lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, 6 Juni 1905. Ia dikenal sebagai tokoh berjasa tanah air sejak masa sebelum hingga memasuki era kemerdekaan. Khususnya terkait pembelaan terhadap rakyat kecil. Serta berkiprah dalam berbagai syiar Islam, baik di daerah maupun ibu kota.
Figur Persyarikatan Muhammadiyah itu lahir dengan nama Oei Tjeng Hien. Oei salah satu yang mendirikan organisasi Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI). Sejak usia 2 bulan, Oei menjadi piatu dan dibesarkan oleh kakak iparnya. Karim Oei pernah menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Zaman Belanda dan kursus pedagang. Setelah lulus SD ia mengikuti kursus-kursus. Kmudian menjadi pandai emas dan pedagang hasil bumi, Ialu hijrah ke Bengkulu.