Masjid Lautze 3 Cirebon perdana menggelar Salat Jumat kemarin. Lantai 1 dan lantai 2 penuh jamaah. Ini adalah masjid satu-satunya di RW setempat. Diproyeksi menjadi ujung tombak dakwah Islam bagi mualaf.
ADE GUSTIANA, Cirebon
BERADA di antara deretan pertokoan. Selain, memang ini adalah bangunan toko. Yayasan Karim Oei -yang menaungi Masjid Lautze- masih ngontrak. Selama 2 tahun.
“Setelah 2 tahun tergantung nanti bagaimana. Terus berdoa dan berusaha serta dukungan dari semua umat Islam Cirebon, semoga ruko ini bisa kebeli,” harap salah seorang pemrakarsa Yayasan Karim Oei di Cirebon, Kristanti bakda Salat Jumat kemarin.
Lautze yaitu manusia bijaksana atau guru. Tampak di lantai dasar begitu terbatas masjid ini. Baru saja masuk lewat halaman muka, berdiri tempat penitipan sepatu/sendal. Menghalangi pandangan ke arah kiblat secara langsung. Ke belakang lagi -dekat dengan tangga- disediakan toilet dan tempat khusus untuk wudhu.
Layaknya bangunan ruko, di lantai 2 begitu luas. Lebih luas dari lantai dasar. Namun disekat untuk bangunan kamar dan dapur. Salat Jumat kemarin lebih dari 100 jamaah tertampung di lantai 1 dan 2. Bakda Salat Jumat itu, di pintu keluar, jamaah diberikan nasi lengkap dengan lauk pauk. Itu homemade ibu-ibu yayasan bersangkutan. “Insya allah rutin, Jumat Berbagi,” tukasnya.
Menjadi masjid seperti sekarang, cerita Kristansi, butuh perjalanan panjang. Sejak awal yayasan ini di Cirebon niatan membangun masjid itu begitu kuat. Namun selalu terkendala.
Di awal yayasan berdiri masih menebeng di kios Kristanti dan Andaka Widjaja -suami Kristanti yang juga ketua pembina yayasan- di Plered, Kabupaten Cirebon. Belakang kios dijadikan kantor darurat. “Tahun 1996 kami merasa toko di Plered tidak terlalu ideal. Akhirnya kami ngontrak di Jalan Petratean di lokasi yang mendekati sasaran dakwah kami,” ungkapnya.
Dorongan untuk berdakwah suami-istri itu begitu kuat. Ia mempersilakan siapa saja -khususnya mualaf- untuk datang ke yayasan dan belajar lebih dalam tentang Islam. Untuk memancing orang datang, pasangan itu menyebar brosur.
“Setelah bertahun-tahun, kurang efektif juga. Mungkin karena bentuknya bukan masjid (masih kantor yayasan dalam ruko). Kesannya orang agak segan untuk datang. Selama bertahun-tahun kurang efektif karena bukan masjid. Dan sempat mati suri,” jelasnya.