RADARCIREBON.ID – Munculnya wacana penerapan sistem proporsional tertutup di Pemilu 2024, menimbulkan polemik. Ada pihak yang setuju hanya mencoblos partai saja di pemilu nanti, ada juga yang masih menginginkan coblos partai dan calon legislatifnya.
Menurut Ketua Taruna Merah Putih Kabupaten Kuningan Alan Suwgiri, demokrasi adalah alat bukan tujuan, maka perlu ada sadar politik. Tujuan sistem apapun hendaknya membawa kebaikan baik peradabadan manusi.
Dia menyebut, baik masyarakat maupun partai politik sama-sama saling memerlukan. Sehingga, perlu ada kesinambungan antar keduanya.
Baca Juga:Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Hidupkan OligarkiKPK Periksa Pejabat Waskita Karya
“Masyarakat tanpa partai politik dalam konteks demokrasi tentu akan makin anarkis bentrokannya (no rules) dalam kontestasi politiknya. Hal ini berimbas pada absennya kesepakatan bersama yang dihormati bersama dalam kontestasi. Demikian pula partai politik tanpa masyarakat yang terwakili jadi omong kosong,” ungkap Alan.
Dia pun mengingatkan, bahwa Indonesia memegang teguh asas demokrasi Pancasila dalam penerapannya, bukan demokarasi liberal ala barat, terlebih model dari China.
“Namun Indonesia sedari awal pemilunya berasaskan demokrasi Pancasila terkandung dalam sila keempat, yakni kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sehingga bukan demokrasi liberal, maupun demokrasi terkondisikan model China,” ujar Alan .
Seperti diketahui, wacana mengembalikan sistem pemilu proporsional tertutup untuk Pemilihan Legislatif (Pileg), lebih tepatnya ketika ada beberapa pihak yang mengajukan judicial review atau uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka tengah ke MK.
Gugatan uji materi terhadap sistem pemilu itu teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022. Adapun penggugat itu adalah Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI). (muh)