20 Perusuh Disway pun mendapat hadiah terindah nan tiada disangka duga.
Duka selama 2022 terbalas sudah. Menjelma jadi suka ria. Itulah pengalaman jasmani rohani bersebab berbagi duka sejujurnya mengurangi beban derita. Status sahabat dunia maya mengubah menjadi sahabat dunia nyata.
Kebersamaan sejatinya tertaut karib ketika enerji hati tersambung. Kerendahan hati seorang mantan menteri BUMN mencairkan suasana. Hadirin terharu mendengarkan kisah hidup Abah. Beliau seorang survival andal.
Di sana ada pelajaran penting tentang kehidupan. Abah berkisah bagaimana sikap Ayahanda ketika melepas putri sulung (nan patah hati) merantau ke Kalimantan. Kehilangan nan tidak ditangiskan. Belajar ikhlas menerima keadaan sesulit apa pun.
Baca Juga:Mengenal Paspampres, Pasukan Pengamanan Presiden yang Memperingati Hari Bhakti Ke-77Resmi Masuk Polres Ciko, AKBP Ariek: Ada Damai, Sukacita, dan Kekeluargaan yang Dipancarkan di Sini
Kehilangan harta, bahkan nanti nyawa, wajib hukumnya disikapi ikhlas. Tahun 2022 Abah merasakan duka sangat bersangat. Hanya 21 perusuh yang tahu berapa besarnya kehilangan harta benda.
Kami tertegun. Wahai dikau seorang nan sangat terkenal. Betapa tegar kuatnya dirimu menahan derita. Seandainya kehilangan seperti itu kami alami (tanpa dibekali makna sejati kehilangan) entah apa yang akan terjadi.
Sarasehan Disway yang tadinya sendu berubah menjadi ceria. Satu per satu perusuh diabsen. Pertanyaan sama ”Anda SMA di mana”. Qadarullah walaupun diundi, ternyata distribusi perusuh nyaris sempurna. Mewakili seluruh profesi, ras, agama, dan antar golongan.
Berbaur berbagi pengalaman dan jati diri membuat kaum perusuh semakin menyadari keberadaan siapa dirinya. Kita bukan apa apa dibanding perjuangan berdarah darah Abah.
Jadi teringat lagu lawas Farel Prayoga. Ojo dibanding–bandingke, Yo pasti kalah.
***
Pak Mario Setyo perusuh pertama tiba di titik kumpul Swiss-Belhotel, Serpong. Saya orang kedua. Dari Kramatjati Jakarta Timur, datang pukul 10. 45.
Pertanyaan pertama ”nama Anda di kolom komentar Disway siapa?”
Komentator dari Semarang tergagap: ”Saya pakai nama putri, Viona”.
Nah lho. Melihat penampilan Pak Mario dan tutur kata halus khas wong Jawa Tengah saya pikir tak pantas beliau dikategorikan perusuh. Pasti sanak saudaranya tidak percaya, bahkan warga se RT/RW pun pasti protes. Namun demikianlah nasib para komentator, digelari Abah sang perusuh.