Sejak ditetapkan sebagai lokasi wisata, atensi orang terhadap Pecinan Jamblang tak banyak berbeda. Kecuali situasi tertentu.
Seperti di saat acara-acara atau pentas seni dipusatkan di pelataran lokasi tersebut. “Kalau tidak ada acara ya sepi,” ungkap Herwanto.
Klenteng Jamblang hanya menyisakan beberapa jemaat asli setempat. Selebihnya, warga dari luar kota. Menjelang Imlek seperti saat ini kondisinya berbeda dibanding rumah ibadah di lokasi-lokasi lain.
Baca Juga:Avatar 2 The Way of Water Tayang di CSB XXIÂ Hari Ini, Rabu 18 Januari 2023Jadwal Bioskop CSB XXIÂ Hari Ini, 18 Januari 2023
Tak dilakukan ritual keagamaan khusus. Misalnya, bersih-bersih rupang seperti yang dilakukan di Vihara Dewi Welas Asih, Kota Cirebon.
Jejak akulturasi Islam-Tionghoa -seperti yang banyak tersiar- tampak dari wuwungan atau penyanggah utama atap bangunan klenteng. Konon dibangun sezaman dengan Masjid Agung Sang Cipta Rasa di Kelurahan Kasepuhan, Kota Cirebon.
Tahun 1480-an. Jalinan persaudaraan warga muslim dengan Tionghoa berbuah dukungan melalui material kayu yang sampai sekarang masih kokoh digunakan.
“Sampai sekarang hubungan baik dengan warga muslim itu masih terjaga. Wuwungan jadi salah satu peninggalan yang tersisa,” jelas pengurus vihara yang berada di Gang Niaga itu, Dede Slamet.
Kebijakan pemerintahan terdahulu banyak berdampak pada keturunan minoritas tersebut. Pelebaran jalan, yang saat ini jalur Pantura Palimanan-Jamblang, banyak menghilangkan peninggalan-peninggalan terdahulu. Wajah pertokoan di kawasan itu telah banyak berubah. (*/bersambung)