RADARCIREBON.ID – Masyarakat Indonesia, khususnya warga Tionghoa patut bersyukur bisa merayakan Tahun Baru Imlek sejak era Presiden KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (almarhum).
Lantas, apakah Tahun Baru Imlek itu? Apakah nama Imlek berasal dari Bahasa Mandarin? Apakah penyebutan Imlek hanya ada di Indonesia?
Banyak deretan pertanyaan lagi mengenai Imlek. Bahkan bisa jadi tidak diketahui sebagian warga Tionghoa, apalagi masyarakat Indonesia pada umumnya.
Baca Juga:Masa Jabatan Kepala Desa 9 Tahun, akan Kembali ke Orde Baru?Kepala Desa Minta Dana Desa Naik 10 Persen, Buat Apa?
Nah, berikut ini ada penjelasan mengenai Imlek dari Guru Besar Bahasa Mandarin di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Prof Dr Hermina Sutami.
Menurutnya, Imlek bukan dari bahasa Mandarin. Kata Imlek berasal dari bahasa Hokkian Selatan, yang artinya penanggalan bulan. Jadi, kata Imlek sebenarnya mengacu nama penanggalan yang didasarkan perhitungan bulan (lunar), yang dalam bahasa Mandarin disebut yinli. Dengan demikian, istilah Tahun Baru Imlek berarti Tahun Baru Menurut Penanggalan Bulan.
Warga keturunan China atau Tionghoa di Jakarta menggunakan kata sincia “bulan 1 yang baru” dengan ucapan sincun kionghi yang artinya “selamat menyambut musim semi yang baru” atau Kionghi berarti “selamat”. Juga ada kata konyan yang berasal dari guo nian (bahasa Mandarin), berarti melewati tahun yang baru.
Di negara asalnya, RRC atau Tiongkok, perayaan Imlek dinamakan chunjie, berarti perayaan musim semi. Kata chunjie digunakan sejak Tiongkok merdeka. Sebelumnya digunakan istilah Yuandan, berarti pada pertama di tahun yang baru dimasuki. Tahun 1949 Pemerintah Tiongkok menetapkan nama Yuandan untuk Tahun Baru Internasional, 1 Januari, sedangkan Tahun Baru Imlek dinamakan Chunjie.
Upacara menyambut Tahun Baru Imlek adalah Toapekong Naik, dilakukan pada bulan 12 atau Cap Ji Gwee (bahasa Hokkian)/bulan La (bahasa Mandarin) tanggal 23 atau 24.
Kata toapekong bermakna paman buyut (saudara laki-laki buyut) dengan makna kiasan dewa. Biasanya dewa dianggap orang berusia tua. Toapekong digambarkan sebagai orang yang seusia buyut atau generasi di atasnya.
Pada tanggal 23/24 itu, toapekong yang naik bukan sembarang dewa, tetapi dewa tertentu, yaitu Dewa Dapur bernama Zao Shen. Aliasnya, Kakek Dapur, Raja Dapur, Komandan Dapur Timur, Komandan Kepala Keluarga, Dewa Pelindung Rumah, Dewa Penguasa Penentu Kebahagiaan. Mengingat nama-nama alias itu tidak jauh dari hal seputar rumah tangga, maka dewa ini dianggap sebagai dewa keluarga yang menentukan baik-buruknya nasib suatu keluarga. Di Indonesia, Dewa Dapur juga disebut Cao Kun Kong.