Namun, tidak ada catatan resmi terkait siapa masyarakat Nusantara yang pertama melakukan ibadah haji.
Pada 1562 sebuah armada asal Aceh mulai melakukan pelayaran ke Jeddah, Arab Saudi untuk berdagang. Tak hanya itu, mereka juga datang untuk melaksanakan ibadah haji.
Ketika orang-orang Belanda mulai datang untuk melakukan kolonisasi, jemaah haji Tanah Air yang ingin berangkat ke Saudi mulai dibatasi.
Baca Juga:Catat Jadwal dan Syarat KUR BRI 2023, Pinjaman Bisa Sampai Rp500 JutaPengusaha Wajib Tahu, Target Penyaluran KUR 2023 Naik
Dijelaskan dalam laman Kemenag, hal itu terjadi lantaran besarnya keterlibatan jemaah haji dalam melakukan perlawanan di abad ke-19.
Pengurangan jumlah jamaah haji tercatat dilakukan pada 1825, 1827, 1831, dan 1859. Kemudian, saat kembali ke Nusantara, para jemaah haji tersebut juga turut dipantau aktivitasnya oleh pemerintah Hindia Belanda.
Tujuannya jelas, agar tidak memicu adanya gerakan perlawanan. Cikal bakal berdirinya Direktorat Urusan Haji Pada 1912, KH Ahmad Dahlan dari Muhammadiyah mendirikan Bagian Penolong Haji, yang menjadi cikal bakal dibentuknya Direktorat Urusan Haji.
Bagian Penolong Haji milik Muhammadiyah itu diketuai KH M Sudjak.
Masih di era kolonial, Dewan Perwakilan Hindia Belanda atau Volksraad mengeluarkan Pilgrim Ordonisasi 1922 yang mengizinkan para pribumi untuk mengusahakan pengangkutan para calon jemaah haji.
Baru kemudian di 1930, pembangunan pelayaran khusus bagi jemaah haji Nusantara diusulkan dalam Kongres Muhammadiyah ke-17 yang diselenggarakan di Minangkabau.
Sekitar tiga tahun setelah kemerdekaan, Indonesia mengirimkan misi haji ke Makkah dan mendapat sambutan hangat dari pihak kerajaan Arab Saudi.
Mengutip laman NU Online, perjalanan haji pertama Indonesia tersebut dipimpin oleh KH R Mohamad Adnan atau Den Kaji Adnan.
Baca Juga:Catat Syarat Ajukan KUR BRI 2023, Tidak Perlu Lewat Daftar Online di kur.bri.co.idCuma Modal Chat Bisa Mendapat Saldo DANA Gratis, Buruan Dicoba
Saleh Su’ady menjadi sekretaris rombongan, H. Syamsir Sutan Rajo Ameh sebagai bendahara rombongan, dan Ismail Banda menjadi anggota rombongan.
Sang ketua, Den Kaji Adnan, adalah warga asli Solo. Dia merupakan anak dari penghulu Keraton Surakarta yang juga penasihat raja di bidang keagamaan bernama Tumenggung Tafsir Anom V.