Diakuinya, masuknya berbagai paham ke Indonesia itu adalah konsekwensi era reformasi. Geliatnya organisasi kemasyarakatan di Indonesia sangat luar biasa. Sehingga perlu membendung arus yang deras ini, yang sangat mempengaruhi pola pikir atau mainset anak muda.
Sementara itu, berbicara tentang modarasi beragama, menurut Prof Maskuri tidak bisa digeneralisir. Harus melihat sisi konteksnya. Ia mencontohkan di Nusa Tenggara Barat, dalam hal pernikahan pihak calon istri harus diculik dulu oleh calon pengantin laki-laki. Namun bila itu dilakukan di Jawa tentu akan jadi masalah. Nah, ini adalah localwisdom. Konteknya harus ditempatkan pada poisisi yang benar.
Dijelaskannya, moderasi adalah sikap sedang, tidak berlebihan, ini kontekstual. Penghindaran keesktreman perilaku atau perbuatan yang wajar dan tidak menyimpang, pandangannya cukup arif bijak dan mau mempertimbangkan pandangan pihak lain. Artinya bahwa pandangan dari orang lain harus dihargai tapi pandangan dengan batas yang wajar.
Baca Juga:INI BUKAN TOL, Jalan Baru Kuningan Masih Lanjut LagiBUKAN TOL, Jalan Baru Kuningan seperti Jalan Tol, Simak Rutenya
Moderasi agama adalah mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral dan watak sebagai ekspresi sikap keagamaan individu atau kelompok tertentu.
Seimbang dalam memahami ajaran agama, di mana sikap seimbang tersebut diekspresikan secara konsisten dalam memegang prinsip ajaran agamanya dengan mengakui keberadaan pihak lain. Tidak ada di antara agama itu yang ingin merusak suatu tatanan. semuanya agama membawa misi harmoni.
Dalam Seminar Nasional Launching Griya Moderasi Beragama dan Bela Negara itu dihadiri pula sekaligus menjadi narasumber Direktur Pendidikan Agama Islam Kemenag RI Drs H Amrullah MSi, Pembina Griya Moderasi Prof Dr Turhan Yani, serta Sekretaris FKUB Dr Muhammad Anas MPhil. (*)