Artinya, “Hendaknya tidur sekedar pengobat kantuk, minum sekedar pengobat haus, makan sekedar pengobat lapar, janganlah berleha-leha. Waspadalah apabila suatu saat tidak mempunyai apa-apa”.
Kalimat dari naskah di atas mengajarkan tentang konsep hidup manusia dalm melakoni hidupnya di dunia. Mengajarkan bahwa hidup perlu kewaspadaan, jangan terlena dan harus bisa menahan nafsu.
Bila dikaji akan bermakna luas. Tuntunan yang tersirat dalm naskah tersebut apabila disimpulkan secara ringkas ialah: dalam menjalani hidup ini seseorang hendaknya jangan berlebihan, melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi hidup orang lain, jangan terlena dan jangan selalu berpikir untuk bersenang-senang,bahkan harus ingat dan waspada bahwa kehidupan ini selalu berputar bahwa suatu saat seseorang tidak selalu berharta dan tidak memiliki apa-apa.
Baca Juga:CEK Hari Libur Nasional di Bulan MaretKeluarga Boen Keng Pencentus Tahu Sumedang, Cetak Rekor Produksi 7 Ribu Potong/ Hari
Prasasti dan undang-undang yang dibuat pada zaman itu mewakili gambaran bahwa Prabu Siliwangi mengajarkan pada rakyatnya untuk hidup baik dan benar. Sebuah ajaran luhur yang dibawa oleh seluruh agama. Ajaran yang tentu masih relevan dengan jaman sekarang.
Bukan sebuah kebetulan bila isi prasasti dan isi undang-undang yang dibuat di jaman Mahaprabu Siliwangi, yang dalam catatan sejarah beragama Hindu/Budha, senafas dengan ajaran Islam.**