NIKAH SIRRI, Dalam Perspektif Hukum Fiqh Dan Hukum Positif Di Indonesia

NIKAH SIRRI, Dalam Perspektif Hukum Fiqh Dan Hukum Positif Di Indonesia
NIKAH SIRRI, Dalam Perspektif Hukum Fiqh Dan Hukum Positif Di Indonesia. Foto : Ilustrasi Nikah Sirri - radarcirebon.id
0 Komentar

Syarat adalah sesuatu yang harus ada dalam pernikahan atau perkawinan tetapi tidak termasuk hakekat dari perkawinan itu sendiri. Bila salah satu syarat-syarat dari perkawinan itu tidak dipenuhi, maka perkawinan itu tidak sah (Soemiyati, 1986:30).

Hal ini sesuai dengan sahnya perkawinan yang terdapat pada Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan, yang berbunyi :

(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaannya itu;
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca Juga:UPDATE EMAS! Harga Hari ini 7 Maret 2023 Turun Lagi, Ayoo Buruan Borong SekarangSIMAK DISINI! 9 Cara Membedakan Uang Asli dan Palsu dengan Mudah

Namun yang perlu kita garis bawahi suatu pernikahan yang tidak tercacat, akan menimbulkan dampak bagi istri dan anaknya. Posisi mereka sangat lemah didepan hukum.

Bagi istri, tidak dianggap sebagai istri, karena tidak memiliki akta nikah, ia juga tidak berhak atas nafkah dan waris jika terjadi perceraian atau suaminya meninggal. Tragisnya anak yang dilahirkan juga tidak dianggap sah.

Jadi bisa di simpulkan bahwa perkawinan siri di sini adalah pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara.

Pencatatan perkawinan atau pernikahan itu bertujuan untuk menjadikan peristiwa perkawinan itu menjadi jelas baik bagi yang bersangkutan ataupun pihak lain yang terkait.

Bila dikemudian hari terjadi sengketa atau perselisihan dalam perkawinan itu, maka akta resmi tersebut dapat dijadikan alat bukti yang cukup kuat.

Meskipun pencatatan perkawinan tidak menentukan sah tidaknya suatu perkawinan, tetapi hanya menyatakan bahwa peristiwa perkawinan telah terjadi, ini semata-mata bersifat administratif (Soemiyati, 1986: 65).

Oleh sebab itu, jika ingin melakukan pernikahan demi membina sebuah rumahtangga yang sakinah mawaddah warohmah, alangkah baiknya lakukan dengan pernikahan yang resmi, karena selain sah menurut agama juga mempunyai kekuatan hukum karena tercatat di KUA.

Baca Juga:AUTO TAJIR! 10 Uang Kuno Termahal di Dunia, Harganya Milyaran RupiahSIMAK DISINI! 6 Periode Sejarah Lahirnya Uang Dalam Peradaban Manusia

Demikian ulasan Nikah Sirri dalam perspektif Hukum Fiqh dan Hukum Positif di Indonesia yang perlu kita ketahui bersama, mengingat pernikahan merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan rumahtangga.

0 Komentar