Sementara terkait Idul Fitri, Thomas Djamaluddin mengatakan adanya potensi perbedaan. Hal ini terjadi karena pada saat maghrib 20 April 2023, ada potensi di Indonesia posisi bulan belum memenuhi kriteria baru MABIMS, yaitu tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat [3-6,4] (wilayah arsir hijau pada gambar atas).
Namun sudah memenuhi kriteria wujudul hilal [WH] yang ditunjukkan pada antara arsir putih dan arsip merah pada gambar bawah. Jadi ada potensi perbedaan: Versi [3-6,4] 1 Syawal 1444 pada 22 April 2023, tetapi versi [WH] 1 Syawal 1444 pada 21 April 2023.
Masih dikutip dari rilis resmi BRIN, disebutkan bahwa sebab utama terjadinya perbedaan penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha yang terus berulang karena belum disepakatinya kriteria awal bulan hijriyah.
Baca Juga:Ammar Zoni Ditangkap Polisi, Tak Hanya Sabu-sabu, 1 Alat Bukti Ini Juga Kuat Banget!Ammar Zoni Ditangkap Polisi, Segini Jumlah Sabu-sabu yang Disita Penyidik
Prasyarat utama untuk terwujudnya unifikasi kalender hijriyah, harus ada otoritas tunggal. Otoritas tunggal akan menentukan kriteria dan batas tanggalnya yang dapat diikuti bersama.
Sedangkan kondisi saat ini, otoritas tunggal mungkin bisa diwujudkan dulu di tingkat nasional atau regional. Penentuan ini mengacu pada batas wilayah sebagai satu wilayah hukum (wilayatul hukmi) sesuai batas kedaulatan negara. “Kriteria diupayakan untuk disepakati bersama,” tandas Thomas Djamaluddin.
Itulah informasi mengenai awal Ramadhan 2023, di mana awal puasa Ramadhan berpotensi sama. Tapi untuk idul fitri berbeda waktu.
Pemerintah sendiri melalui Kementerian Agama akan menetapkan awal Ramadhan 2023 setelah melakukan sidang isbat pada 22 Maret 2023. (*)