RADARCIREBON.ID KUNINGAN – Para aktivis lingkungan dari berbagai organisasi pecinta alam di Kabupaten Kuningan mendatangi kantor Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) di Desa Manis Lor, kemarin. Mereka menyampaikan sikap atas kegiatan penyadapan pinus ilegal di kawasan hutan Gunung Ciremai. Sekaligus menyerahkan surat yang ditujukan ke sejumlah pihak salah satunya Dirjen KSDAE terkait usulan moratorium pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) pada kawasan TNGC.
Kehadiran para pegiat lingkungan tersebut diterima langsung Kepala BTNGC Maman Surahman didampingi Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah I Kuningan San Andre Jatmiko.
Juru bicara pegiat lingkungan yang juga Ketua LSM AKAR Kuningan Maman Mezique menyampaikan kehadiran para aktivis ini berkaitan dengan masa depan hutan Ciremai yang kini mulai terusik dengan hadirnya para penyadap getah pinus.
Baca Juga:PENTING Kemenag Bentuk BKM, Apa Bedanya dengan DKM?Penulisan Alquran Catat Rekor Muri, Wapres Ma’ruf Amin Melakukan Penulisan Terakhir
“Kehadiran kami di kantor Balai TNGC ini berkaitan dengan masa depan hutan yang sebenarnya bukan warisan nenek moyang, tapi titipan dari anak cucu kita. Kami hanya ingin mengingatkan beberapa pihak agar mengambil tindakan memperlakukan hutan Ciremai secara bijak. Ciremai terlahir bukan untuk tidak dimanfaatkan, tapi juga bukan untuk dimanfaatkan secara semena-mena. Melainkan bagaimana pemanfaatan secara lestari sehingga bisa dinikmati oleh berbagai generasi tidak hanya generasi sekarang,” papar Mezique, kemarin.
Menurut Mezique, terbitnya Surat Keputusan Dirjen KSDAE tentang Zona Pengelolaan Taman Nasional Gunung Ciremai telah disalahartikan oleh sejumlah kalangan sehingga menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Salah satunya keinginan pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di zona tradisional berupa kegiatan penyadapan getah pinus yang jika tidak disikapi dengan benar maka akan menimbulkan permasalahan di masa depan. Baik permasalahan kelestarian kawasan TNGC maupun kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
“Kami melihat ada keterlibatan pihak ketiga yang mempunyai kekuatan super tetapi kurang pemahaman terhadap prosedur yang mengakibatkan terjadinya tindakan ilegal. Ini dibuktikan dengan temuan masyarakat anggota Kelompok Tani Hutan (KTH) pelaku penyadapan getah pinus yang diberikan fasilitas seperti sepatu boot, batok penampung getah dan sejumlah uang operasional. Padahal hingga saat ini kita tahu bersama belum ada izin yang membolehkan adanya aktivitas penyadapan di kawasan TNGC yang artinya kegiatan tersebut ilegal,” ujar Mezique.