RADARCIREBON.ID KUNINGAN – Perseteruan antara Ketua Paguyuban Silihwangi Majakuning Edi Syukur dengan petugas verifikasi program pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dari Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) yang videonya sempat viral ternyata belum berakhir.
Pihak Balai TNGC menilai sikap arogan Edi Syukur berkata kasar disertai ancaman dan intimidasi terhadap petugas verifikasi merupakan tindakan semena-mena, yang telah melecehkan pribadi petugas verifikasi juga institusi Balai TNGC di bawah naungan Kementerian Lingkunan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Kepala Balai TNGC Maman Surahman menyayangkan keributan yang terjadi di kantor Resor Cibeureum tersebut yang seharusnya bisa diselesaikan secara baik-baik. Pasalnya, saat itu petugas verifikator dari Balai TNGC sedang melaksanakan tugas sesuai prosedur. Namun mendapat perlakuan tidak pantas dari Ketua Paguyuban Silihwangi yang kapasitasnya hanya sebagai pendamping masyarakat Kelompok Tani Hutan (KTH).
Baca Juga:Sengketa Lahan OW Linggarjati, Pemda Kuningan dan BBKSDA Bentuk Tim TerpaduBank Kuningan Raih Penghargaan Top BUMD Award 2023 Predikat Bintang 5
“Perlu diketahui, bahwa yang akan berkomitmen menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) pemanfaatan HHBK kawasan Ciremai adalah masyarakat KTH dengan kami dari TNGC, bukan dengan paguyubuan. Namun sebagai bentuk sopan santun kami, sudah kami beri tahu bahwa mulai hari ini sampai penandatanganan PKS nanti kami hanya akan berhubungan langsung dengan masyarakat anggota KTH,” ungkap Maman kepada Radar di kantornya, Senin (10/4).
Oleh karena itu, lanjut Maman, pada saat verifikasi, pihaknya hanya mengundang seluruh anggota KTH yang namanya tercantum dalam proposal dan kepala desa masing-masing. Kalaupun pada waktu proses verifikasi hadir dari pihak paguyuban, Maman mengaku tidak mempermasalahkan dengan catatan jangan melakukan intervensi.
“Karena kami yang berwenang melakukan verifikasi, untuk memastikan siapa saja anggota KTH yang akan melakukan penggarapan pemanfaatan hasil hutan Ciremai tersebut. Kami punya kewenangan untuk melakukan wawancara kepada para anggota KTH tersebut. Memastikan benar tidak masyarakat mau menyadap dan apakah punya kemampuan untuk menyadap. Karena ke depannya kalau masyarakat benar mau memanfaatkan HHBK namun tidak punya kemampuan maka kami punya kewajiban untuk mendidik dan melatih,” ujarnya.