Industri jamu Nyonya Meneer tersebut kian berkembang. Bahkan pernah menjadi salah satu industri jamu terbesar di Indonesia. Jamu yang menjadikan foto pembuat dan pendirinya itu menjadi brand-nya, terkenal di mana-mana.
Semasa hidupnya, Nyonya Meneer menikah dua kali. Pada pernikahan pertamanya dikaruniai 4 orang anak. Kemudian pada pernikahan keduanya dikaruniai 1 orang anak.
Sejak kecil, anak-anak nyonya Meneer sudah aktif terlibat dalam bisnis jamu ini. Sayangnya pada tahun 1989-1994, bisnis keluarga itu dihantam prahara internal yg sempat membuat goyah.
Baca Juga:MENDADAK OKB! Ini Deretan 10 Uang Kuno TermahalINI DIA! Harga Motor Scoopy 2023, Lengkap dengan Spesifikasinya
Tahun 1987, pada saat Nyonya Meneer meninggal dunia, bisnis ini diteruskan oleh generasi ketiga alias cucu dari nyonya Meneer. Kenapa? Karena anak-anaknya tidak bersedia meneruskan bisnis ini.
Anak pertama Ny Meneer pindah ke Jakarta. Anak keduanya meninggal dunia. Anak ketiga-keempat malah mendirikan bisnis jamu sendiri di Surabaya.
Di tangan generasi ketiga inilah kondisi internal mulai rapuh. Tentu ini berdampak kepada pengelolaan bisnis “Jamu Jawa Asli Cap Potret Nyonya Meneer” itu.
Perusahaan itu juga terbebani utang yang menumpuk dari para supplier. Di sisi lain, arus kas perusahaan juga dalam keadaan kurang baik.
Tahun demi tahun, kondisi perusahaan kian memburuk. Setidaknya ada sejumlah 1100 buruh yang gajinya tidak dibayar selama 1 tahun.
Nah, ini pelajaran berharga bagi kita semua. Terutama yang diwarisi usaha oleh orang tua atau generasi sebelumnya.
Perusahaan yang begitu hebat bisa gulung tikar di generasi berikutnya, menurut beberapa riset, dipengaruhi banyak hal. Namun yang paling dominan biasanya karena kurangnya inovasi produk.
Baca Juga:Cara Mengecek Zodiak, Ada 12 Zodiak Berdasarkan Tanggal dan Bulan Lahir,GASKEUN! Referensi Tempat Wisata Cirebon dan Kuningan, Nomer 3 Wajib Dikunjungi
Kurangnya inovasi produk itu, biasanya dipengaruhi keengganan melakukan regerasi karyawan. Perusahaan nyaman dengan karyawan lama itu dipengaruhi berbagai alasan.
Namun perusahaan tidak menyadari jika produktivitas mereka sudah menurun karena faktor usia.
https://youtu.be/WjAq7wUK9I0
Apa yang dialami perusahaan besar dan turun temurun itu, tentu patut menjadi refleksi dan para pewaris usaha rasanya patut belajar dari alasan kegagalan Nyonya Meener yang redup di generasi ketiga. (*)