“Pemda diminta untuk mangakomodasi. Kita harus membangun kerukunan meski berbeda waktu hari raya,” sambung Mahfud MD di akun Twitternya.
Ia menegaskan bahwa perbedaan waktu hari raya sama-sama berdasar Hadits Nabi, “Berpuasalah kamu jika melihat hilal (bulan) dan berhari rayalah jika melihat hilal” (Shuumuu biru’yatihi wa afthiruu birukyatihi). Maksudnya setelah melihat hilal tanggal 1 bulan Hijriyah. Melihat hilal bisa dengan rukyat, bisa dengan hisab.
“Rukyat adalah melihat dengan mata/teropong seperti praktik zaman Nabi. Hisab adalah melihat dengan hitungan ilmu astronomi. Rukyat tentu didahului dengan hisab juga untuk kemudian dicek secara fisik,” ujarnya.
Baca Juga:Muhammadiyah Lebaran 21 April 2023, Mahfud MD Langsung Ingatkan PemdaHarga Bahan Pokok di Jawa Barat Terjangkau Jelang Lebaran 2023
“NU dan Muhammadiyah sama-sama berhari raya pada tanggal 1 Syawal. Bedanya hanya dalam melihat derajat ketinggian hilal,” masih tulis Mahfud MD.
“Jadi cara memahami secara sederhana begini. NU dan Muhammadiyah sama-sama berhari raya tanggal 1 Syawal, hanya beda pilihan ukuran ufuk,” terang Mahfud MD.
“Sama juga, misalnya, ummat Islam sama-sama melaksanakan salat dzuhur saat matahari lengser ke arah barat sekitar jam 12.00. Tetapi yang satu salat jam 12.00, yang satu salat jam 13.00. Sama benarnya, tak perlu ribut,” tandas Menkopolhukam Mahfud MD.
Sementara itu, pemerintah akan menetapkan tanggal idul fitri 2023 setelah menggelar sidang isbat pada Kamis 20 April 2023. Kalau terjadi perbedaan dengan tanggal Muhammadiyah lebaran 21 April 2023, maka hal itu bukanlah persoalan! (*)