“Jadi, daerah-daerah yang memiliki banyak pegunungan akan berbeda dengan daerah perkotaan. Termasuk dalam hal jumlah kuota prestasi, zonasi, dan afirmasi di suatu wilayah tertentu, setiap daerah mungkin memiliki perbedaan. Itu adalah rekomendasi dari Ombudsman Jabar tahun lalu,” katanya.
Contoh Kasus PPDB
Dedi memberikan contoh, seperti di SMKN 10 Kota Bandung yang memiliki jurusan Seni Karawitan, Dalang, dan kesenian tradisional, setiap tahun kuota tidak terpenuhi. Padahal, di Jawa Barat tidak ada lagi sekolah yang membuka kurikulum yang sama, sehingga pembatasan berdasarkan zonasi menjadi tidak relevan. Hal ini berbeda dengan SMAN 3 Kota Bandung yang kekurangan jalur prestasi. Menurut Dedi, jika perlu, jalur prestasi di SMAN 3 Bandung dapat ditingkatkan menjadi 80 persen.
“Jadi, orang-orang tidak perlu bersaing dengan memanipulasi alamat dalam kartu keluarga untuk masuk ke sekolah tersebut,” katanya.
Baca Juga:HARUS Disipilin Satlinmas Siap Jaga Kondusivitas Pilkades 2023Ajak Bibinya ke Tempat Objek Wisata, Keponakan Mencuri Motor Pakai Kunci Duplikat
Namun, untuk beberapa sekolah yang berada di dekat pegunungan, jika perlu, semua calon siswa dapat menggunakan jalur zonasi dengan menambah batas jarak zona. Sistem ini juga dapat diterapkan untuk sekolah-sekolah di daerah Ujung Berung, Kota Bandung. “Karena aturan PPDB ini yang biasanya cocok diterapkan di kasus DKI Jakarta, tetapi untuk Jawa Barat yang memiliki banyak wilayah pegunungan, akan sangat tidak adil jika diterapkan dengan cara yang sama,” kata Dedi Supandi. (*)